is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Novia Rahmadani

Historich Erfgoedarchief: Masjid Utama Pincuran Gadang

Sejarah | 2024-04-27 16:00:35

Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah. Kurang lebih demikian lah falsafah yang digenggam erat oleh masyarakat Minangkabau. Hal ini merepresentasikan bahwa agama dan adat merupakan dua hal yang berjalan beriringan. Mayoritas masyarakat Minangkabau merupakan pemeluk agama Islam. Dalam kajian historisnya berdasarkan seminar Islam yang dilaksanakan pada 23-27 Juli 1969 disepakati bahwa Islam telah menyentuh ranah Minang sejak abad ke-7 M (Hanifuddin & Khairina, 2016). Hal ini berarti sejak masa ini lah agama Islam terus menggeliat mengalami perkembangan, termasuk dalam hal institusi keagamaan sebagai sarana ibadah dan aktivitas keumatan lainnya.

Di wilayah Minangkabau banyak tersebar masjid atau surau-surau kuno yang telah berusia ratusan tahun. Bahkan tak sedikit pula yang telah dilegalisasi menjadi situs cagar budaya karena nilai cultural dan historis yang dikandungnya. Salah satu di antaranya ialah Masjid Utama Pincuran Gadang yang berlokasi di Jorong Batu Baselo, Nagari Matua Hilia, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam yang telah diresmikan menjadi situs cagar budaya pada tahun 2010 silam. Masjid ini ditengarai sebagai masjid pertama yang berdiri di daerah Matur sebelum pecahnya perang Paderi.

Potret Masjid Utama Pincuran Gadang dan kondisi geografisnya tahun 1892. Sumber: collectienederland.nl
Potret terkini Masjid Utama Pincuran Gadang di Nagari Matua Hilia, Kecamatan Matur, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sumber: Koleksi Pribadi Muharifatul Ananda

Secara konstruksi bangunan, masjid ini berdiri di atas tanah seluas 49 x 42 meter. Pada gerbang masuk pekarangan masjid berdiri pula semacam benteng atau menara dengan langgam arsitektur bangunan khas Eropa yang berangka tahun 1931(Oetomo , Soedewo, Wiradnyana, & Koestoro, 2007). Lingkungan sekitar masjid merupakan kolam atau lubuk pemandian yang sampai saat ini masih aktif digunakan masyarakat setempat untuk kebutuhan sehari-hari.

Di bagian dalam masjid disimpan selembar arsip yang ditulis atau disusun oleh seorang pemuka agama di daerah Matua Hilia bernama H.S.Y. Imam Putiah. Pada arsip ini tertera bahwa tempat dan tanggal penulisannya ialah di Matur, 31 Agustus 1996. Arsip ini berupa narasi yang menerangkan sejarah singkat dari Masjid Utama Pincuran Gadang, sehingga jenis arsip ini dapat digolongkan kepada arsip sejarah institusi keagamaan (masjid).

Arsip tahun 1996 yang memuat sejarah Masjid Utama Pincuran Gadang. Sumber: Koleksi Pribadi Muharifatul Ananda

Asal muasal nenek moyang masyarakat Matur turun dari Luhak Tanah Datar atau lereng gunung Merapi. Kehadiran mereka turut serta membawa keyakinan, adat istiadat, norma dan nilai serta kebiasaan. Salah satunya sesuai dengan penggalan pepatah Minang “mambangun balai jo musajik”. Maka dibangun lah masjid ini sebagai sarana ibadah yang pada awalnya masih berupa surau beratapkan ijuk. Penamaan “pincuran gadang” pada masjid ini tak lain karena lokasinya yang berada di tapian mandi yang disalurkan dengan bambu-bambu berukuran besar (gadang dalam bahasa Minang) sehingga disebut lah pincuran gadang. Hingga pada tahun 1976 disisipkan kata utama dalam penamaan masjid ini karena statusnya sebagai masjid yang pertama kali dibangun di daerah Matur. Sebagaimana tertuang pada pepatah lama Matur yang berbunyi “Bamimba ka Matua Ilia, Baimam ka Matua Mudiak, Baradaik ka Parik Panjang”.

Adapun mengenai waktu pembangunan masjid, dikemukakan oleh penulis arsip ini bahwa tidak dapat dipastikan tanggal dan tahun pembangunannya. Namun, dapat diyakini bahwa masjid ini telah dibangun jauh sebelum pecahnya perang Paderi. Keyakinan ini berlandaskan pada fakta bahwa Masjid Utama Pincuran Gadang semasa perang Paderi telah berfungsi sebagai tempat mengumandangkan semangat jihad para pejuang. Lantas dijelaskan pula bahwa masjid ini baru mengalami perombakan pertama pada tahun 1825 oleh salah seorang putra Matur bernama Muma Tuanku Alam Putiah dari suku Caniago anak buah Datuak Mangkuto Alam.

Sebagai situs cagar budaya dan destinasi wisata sejarah, hadirnya arsip Masjid Utama Pincuran Gadang ini tentu menjadi sarana informatif yang dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan. Dalam aktivitas riset dan penelitian arsip ini dapat sangat membantu untuk menguak lebih jauh sisi historis dari Masjid Utama Pincuran Gadang.

Referensi:

Hanifuddin, I., & Khairina. (2016). Jejak-jejak Genealogis Pemikiran Fiqh Paderi dalam Bangunan Adat Minangkabau. Padang: Sukabina Press.

Oetomo, R. W., Soedewo, E., Wiradnyana, K., & Koestoro, L. P. (2007). Berita Penelitian Arkeologi No.18. Medan: Balai Arkeologi Medan.

Novia Rahmadani, mahasiswi prodi Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Imam Bonjol Padang

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya