is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cut Putri Cory

Bercermin di Hari Kartini, Belajar Tangguh dari Muslimah Turki

Edukasi | 2024-04-25 08:06:14

Kaum perempuan Turki memegang peran besar dalam banyak peristiwa politik. Mereka turut berperan dalam membangun negara. Sosok perempuan Turki mengaktifkan fungsinya di tengah-tengah masyarakat. Bukan sekadar berstatus istri saja, peranannya lebih besar dari pada itu. Ia membantu suami di berbagai aspek kehidupan. Ia mendidik anak-anaknya dengan pengajaran yang berbeda. Ia menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan karakter pribadi seorang anak.

________________________

Oleh: Cut Putri Cory (Ibu Pembelajar)

Sekali waktu saya berpikir tentang kaum Ibu di Indonesia yang hari ini seperti para perempuan dalam sarang semut api. Diam tergigit, bergerak pun. Situasi serba salah ini tersebab problem sistemik yang menjepit mereka di segala arahnya. Mereka tak meminta untuk menjadi perempuan yang keras, tapi sebegitu ketatnya hidup mencekik mendidik mentalitas mereka untuk menjadi keras dalam tampilan namun rapuh di dalam.

Dalam momen bulan April, selalunya Hari Kartini menjadi momentum untuk merefleksi kondisi kaum Perempuan Indonesia. Negara ini menyimpan banyak luka di balik perjuangan para pendahulunya, luka yang sejatinya tak pernah sembuh sampai hari ini.

Luka itu bukan karena emansipasi atau budaya patriarki yang cenderung tersasar alamatnya. Duka kaum Perempuan Indonesia berdiam di ruang penjajahan ideologi kapitalisme sekuler yang merenggut kehormatan dan kemuliaannya. Peran strategisnya dirampas kesempitan hidup, pun budaya hedonisme dan konsumerisme menyapunya seolah tak memberi ampun. Di satu sisi ada yang berjuang demi memberi makan perut kosong anak-anaknya, di sisi lain ada yang dengan penuh kerelaan menjadi budak hawa nafsu mengejar karir untuk bisa memenuhi dahaga hedonisme yang tak pernah lega.

Nampak keras dari luar namun rapuh di dalam. Mentalitas memang tak bisa direkayasa. Dia menjadi kunci dalam menghadapi semua riak hidup. Naik turunnya kehidupan dalam sistem kapitalisme yang penuh dengan ketidakpastian menjadikan perekonomian pun berimbas dan tak bisa diprediksi. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme sangat besar pengaruhnya sehingga mentalitas kaum Perempuan menjadi tergerus dan perannya sebagai kunci strategis dalam pembentukan generasi hebat tak lagi terasa dominan.

Kerapuhan ini sejatinya bukanlah situasi ideal bagi para Muslimah. Mentalitas yang hancur bukanlah kondisi yang boleh dibiarkan berlama-lama. Kesulitan hidup, memang tak bisa dihindari. Kalau kita bicara ujian secara umum, sejatinya memang ujian adalah temannya hidup. Tapi tak bisa pungkiri bahwa kehidupan dalam iklim kapitalisme sekuler bukanlah kehidupan yang mudah. Keberadaan sistem Islam yang diturunkan oleh Allah melalui Nabi mulia Muhammad Saw adalah cara Allah untuk menjadikan kehidupan dunia yang berisi ujian itu dijalani dengan penuh keberkahan. Keberkahan itulah yang hari ini terhalang karena penerapan sistem selain Islam.

Saat sistem Islam tegak, kaum Muslimin terkondisi untuk bisa saling menjaga ketakwaan, sehingga penerapan sistem Islam menjadi tongkak utama tempat mentalitas kuat bernaung. Akidah Islam menjadi sangat efektif membentuk mentalitas kuat yang sebenarnya, dalam makna yang tak pernah kita dapat gambarannya pada realitas saat ini. Mentalitas unik itu menyelimuti tak hanya bagi kaum laki-laki, tapi juga para Muslimahnya. Seperti apa yang nampak pada masa kekhilafahan Islam, para Muslimah di Turki dapat menjadi cermin baik bagi kita hari ini. Fakta tentang kebaikan itu penulis kutip dari buku Ertugrul – Sejarah Turki Utsmani dari Kabilah ke Imperium, karya Prof Muhammad Khulaif Ats-Tsunayyan.

"Kaum perempuan Turki memegang peran besar dalam banyak peristiwa politik. Mereka turut berperan dalam membangun negara. Sosok perempuan Turki mengaktifkan fungsinya di tengah-tengah masyarakat. Bukan sekadar berstatus istri saja, peranannya lebih besar dari pada itu. Ia membantu suami di berbagai aspek kehidupan. Ia mendidik anak-anaknya dengan pengajaran yang berbeda. Ia menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan karakter pribadi seorang anak. Di samping itu, tidak jarang ia harus mengangkat senjata dan membela diri.

Sudah sejak berabad-abad lalu, kaum wanita Turkmen selalu berhubungan dan berkomunikasi dengan para penguasa. Mereka berkecimpung di dunia politik dan turut serta mengelola negara di semua sektor. Pada masa kekuasaan kesultanan Saljuk dan Turki Utsmani, nama sejumlah pemimpin besar lahir dari wanita-wanita yang hebat.

Puncak tertinggi gelar seorang wanita Turki adalah Valide Sultan (Ibu suri atau Ibu negara) dan berstatus sebagai kepala harem sultan. Dia amat dihormati dan dimuliakan. Kata-katanya wajib ditunaikan oleh seluruh harem sultan yang tinggal di istana. Bangsa Saljuk berbicara di hadapannya dengan penuh tata krama dan kesopanan. Mereka memanggilnya dengan sebutan Ibu Suri yang Mulia, Terhormat, Shalehah, Khadijah pada masanya dan Kepala Hatun.

Suara kaum perempuan Turki didengar oleh para sultan di dalam membuat kebijakan politik dalam negeri dan memiliki pengaruh dalam menentukan hubungan luar negeri dengan negara-negara lain. Dengan pengalaman dan kecerdasannya, Ia mampu menciptakan keseimbangan dan kestabilan sekiranya megnuntungkan kepentingan umum bila negara sedang terdesak dalam situasi dan kondisi sulit.

Peran politik kaum wanita Turki juga menonjol dalam kancah lintas negara melalui perwakinan politik antara kerajaan Saljuk dan keluarga penguasa Turki. Mereka berperan sebagai perantara kedua belah pihak."

Begitulah sejatinya Islam menjadi rumah bagi para Muslimah. Rumah tempat berlindung dan berteduh dari semua jenis ancaman, rumah tempat produktivitas. Rumah tempat berkiprah mengoptimasi peran strategisnya sebagai wanita sekaligus ibu bagi generasi. Rumah para intelektual peradaban, dan pengemban ideologi Islam. Rumah itulah yang mereka pertahankan dan memperluasnya melalui aktivitas dakwah dan jihad.

Itulah yang membuat kita semua hari ini memahami bahwa kondisi para Muslimah saat ini bukanlah kondisi ideal, karena kenormalan itu hanya didapat jika para Muslimah hidup dalam naungan sistem Islam. Ya, Islam adalah sistem. Sistem yang komplit, sempurna, mendasar, dan holistik. Islam mencakup seluruh aspek hidup manusia, baik Muslim atau bukan. Dia sebut rahmat bagi semesta, bentuk kasih sayang Allah bagi makhluk-Nya. Jadi, kasih sayang itu saat ini terhalang karena penerapan sistem yang bukan dari Islam, yaitu kapitalisme sekuler.

Agenda inilah yang menyatukan kita para Muslimah dunia saat ini, untuk menegakkan kembali apa yang ditegakkan oleh Rasulullah Muhammad Saw yaitu peradaban Islam. Peradaban Islam itu yang kelak disebut sebagai rumah bagi para Muslimah. Sehingga dia terjaga dan terlindungi, terfasilitasi dan didukung. Para Muslimah sejatinya memiliki solidaritas akidah yang menggerakkan sebagaimana para Muslimah Turki, kita dan mereka adalah satu, tak ada bedanya. Kualitas para Muslimah Turki adalah kualitas yang juga dimiliki oleh para Muslimah saat ini, dengan satu syarat, mereka harus memiliki pemahaman Islam kaffah dan menjadi pengemban dakwahnya.[]

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya