is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Achmad Surya

Pawai Obor, Tradisi Bermunajat Orang Betawi

Sejarah | 2024-03-14 16:40:38
Dokumentasi Pribadi

Sinar temaram nyala api dari sepotong bambu kelihatan begitu terang ketika alam berubah menjadi gelap total. Sinar itu bersumber dari obor-obor yang dinyalakan warga untuk melaksanakan kegiatan pawai obor dalam rangka menyambut bulan suci Ramadan tahun 1445 Hijriah. Aktivitas ini telah menjadi tradisi masyarakat Betawi di Ulujami, Jakarta Selatan yang tidak hanya menjelang bulan Ramadan saja tetapi terkadang dilaksanakan juga pada perayaan hari besar Islam lainnya seperti Tahun Baru Islam, Maulid Nabi, dan lain sebagainya.

Aziz Mansur, seorang warga Betawi Kampung Ulujami menerangkan kalau pawai obor bagi masyarakat atau orang Betawi merupakan simbol kegembiraan dalam menyambut perayaan hari-hari besar agama Islam. "Pawai obor ini khusus dan berkaitan sama agama Islam, dia tidak pernah digunakan selain dari perayaan hari besar Islam lainnya," kata Aziz Mansur yang diwawancarai langsung di Taman Yudhistira, Ulujami, beberapa waktu lalu.

Aziz menambahkan kalau persiapan pawai obor zaman dahulu awalnya dilakukan dari keluarga-keluarga saja, tidak seperti sekarang yang semakin berkembang dan lintas saudara bahkan diinisiasi langsung oleh para pemangku lingkungan setempat seperti RT, RW, dan Kelurahan. "Kalau dulu, jaman saya kecil, pawai obor dilakukan sebatas kalangan keluarga besar aja misal keluarga besar saya. Jadi bahasa Betawinya turu-turu aja. Dulu make mobil-mobilan yang dibikin dari sendal bekas ama kaleng, obornya make batang pepaya. Pokoknya seminggu mau Ramadan, kita sibuk nyari bahan-bahan itu di kebon, di sampahan," kenang Aziz Mansur.

Aktivitas pawai obor yang dilakukan masyarakat Betawi sampai sekarang adalah satu bukti sejarah bagaimana cara orang Betawi hidup dan menghidupi keyakinannya. Saidun Derani, Dosen Sejarah dan Perabadan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam Sesi LKB Nyaba Kampus di Fakultas Adab dan Humaniora pada 2019 lalu berpendapat kalau orang Betawi itu sangat egaliter dan religius meski dalam pengaplikasikan agamanya masih jauh dari sempurna, tetapi ketika Islamnya dicaci maka dia akan marah dan berontak.

Menarik untuk disimak penelitian Susan Blackburn dalam bukunya berjudul Sejarah Jakarta 400 Tahun yang menyebutkan kalau ciri khas orang Betawi adalah beragama Islam atau selam (penyebutan masa lampau) bahkan reputasinya dikatakan fanatik. Orang Betawi memegang teguh agamanya sebagai jalan solusi pelipur lara dunia di mana pada masa kolonial Belanda dominasi sosial, politik dan ekonomi berada dalam kontrol orang Eropa dan Cina. Inilah yang kemudian pada masa itu, lanjut Blackburn atau Abeyesakere, orang Betawi tidak dapat membangun masjid yang megah dan merayakan hari rayanya secara meriah. Kemungkinan besar embrio pawai obor lahir dari masa-masa sulit kolonial Belanda sedang berkembang pesat sebagaimana dijelaskan Abeyesakere yang dalam perjalanan waktu kemudian menjadi satu tradisi masyarakat Betawi sampai sekarang.

Penelitian Ridianto dalam Jurnal Nautical Volume 1 Nomor 8 November 2022 dengan judul Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Pawai Obor 1 Muharram menyebutkan kalau Islam dikaitkan dengan budaya, paling tidak dapat dilihat dua hal yaitu Islam sebagai konsepsi sosial budaya atau para ahli menyebutnya great tradition dan Islam dilihat sebagai realitas budaya atau para ahli menyebutnya little tradition. Dalam hal pawai obor ini nampaknya keduanya dapat masuk hanya saja berbeda penempatan periodenya. Penyebutan konsepsi sosial budaya untuk masa lalu dan penyebutan kedua sebagai realitas budaya untuk masa sekarang.

Beberapa pendapat di atas rasanya bisa diterima sekarang ini dan jika diamati lebih cermat, aktivitas pawai obor dalam tradisi Betawi merupakan bentuk komunikasi dan memiliki suatu isyarat yang mengandung makna dan nilai pendidikan di dalamnya seperti aspek akidah, yang berkaitan dengan keyakinan bahwa Islam adalah risalah dari Allah Subhanahu Wata'ala yang dibawa oleh Nabi dan disampaikan ke umat manusia. Aspek ibadah, berkaitan dengan wujud perbuatan atas dasar pengabdian kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Aspek akhlak berkaitan dengan perbuatan yang didasari dari budi pekerti baik kepada Tuhan dan sesama manusia serta aspek sosial yang terkait erat dengan nilai-nilai sosial dan rasa solidaritas.

Kegiatan pawai obor tidak hanya diisi dengan pawai obor semata tetapi juga tabuhan musik rebana atau gendang yang mengiringi lantunan pujian kepada Allah Subhanahu Wata'ala dan selawat kepada Nabi Muhammad Solallohu 'Alaihi Wasallam. Pada tahap inilah barangkali apa yang disebut sarana dakwah Islam sedang berlangsung ditambah gaya busana para pelaku pawai obor yang mayoritas koko, gamis, peci, dan sarung untuk laki-laki serta kerudung dan gamis panjang untuk perempuan.

Artinya pawai obor bagi masyarakat Betawi tidak hanya sebatas komunikasi verbal tetapi di dalam setiap jiwa pelaku pawai obor ada pengharapan dan munajat yang dikomunikasikan secara non verbal. Mereka menginginkan keadaan diri, keluarga, kerabat, dan umat muslim secara luas lebih baik dari keadaan sebelumya. Obor yang menyala adalah simbol cahaya kecil bahagia yang terselip di dalam sanubari. "Lebih jauh di lubuk hati yang dalam, pawai obor ialah tanda sekaligus ungkapan syukur atas segala pencapaian kehidupan yang makmur dan panjang umur," tandas Aziz.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya