is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Trimanto B. Ngaderi

Kitalah yang Mengundang Penjajah Datang

Sejarah | 2024-02-19 20:36:14

KITALAH YANG MENGUNDANG PENJAJAH DATANG

Menurut beberapa sumber sejarah, bangsa-bangsa Eropa datang ke Nusantara tujuan utamanya adalah mencari sumber rempah-rempah, atau dengan kata lain ingin melakukan perdagangan. Awalanya mereka datang secara baik-baik. Mereka meminta izin kepada penguasa lokal untuk tinggal sementara waktu, dalam hitungan hari hingga hitungan bulan.

Ketika transaksi perdagangan dengan penduduk lokal dinilai menguntungkan, mereka meminta izin untuk tinggal lebih lama lagi (dalam hitungan tahun). Mereka menyewa lahan untuk mendirikan bangunan sebagai kantor dagang maupun tempat tinggal.

Sampai di sini, hubungan mereka dengan penguasa maupun penduduk lokal terjalin dengan baik dan bersahabat.

Hingga di suatu waktu, ketika mereka melihat potensi sumber daya alam yang dimiliki Nusantara begitu melimpah-ruah dan menggiurkan, maka muncullah sifat dasar manusia yaitu keserakahan. Timbullah niat untuk menguasai Nusantara.

Maka, terjadilah perang antara bangsa-bangsa Eropa dengan penguasa lokal. Seperti terjadi di Malaka, Aceh, Banten, Sunda Kelapa, Gowa, Ternate-Tidore, dan lain-lain. Penduduk lokal berusaha sekuat tenaga untuk mempertanahkan wilayahnya agar tidak dikuasai oleh orang asing. Namun, karena kalah dalam hal persenjataan maupun pengalaman, kita mengalami banyak kekalahan.

sumber gambar https://kumparan.com

Melapangkan Jalan bagi Kolonisasi

Sebelum datangnya bangsa-bangsa Eropa, wilayah Nusantara masih berupa kerajaan-kerajaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Nusantara yang berada di antara dua benua dan dua samudera, sejak zaman kuno memang telah menjadi jalur perdagangan utama dunia. Terlebih wilayah Nusantara yang terdiri atas kepulauan, sehingga kapal-kapal dagang dari berbagai penjuru dunia banyak yang singgah di sini. Termasuk pula kapal-kapal dari daratan Eropa.

Sayang sekali, kita memiliki beberapa kelemahan yang sering dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa Eropa untuk menjajah kita. Karakter kita yang mudah diadu-domba, senang berperang saudara, mudah tergoda oleh uang (emas-perak), dll membuat mereka mudah menguasai kita. Buktinya, pelan tapi pasti, kerajaan-kerajaan di Nusantara mulai takluk kepada kaum colonial, bahkan runtuh tak berbekas.

Bahkan, ada sebuah kerajaan yang justeru melapangkan jalan bagi terjadinya kolonisasi secara penuh. Saya beri contoh adalah kerajaan Mataram Islam, yang merupakan satu-satunya kerajaan yang masih tersisa sekaligus akhir dari era kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Dalam menghadapi pemberontakan Trunojoyo, Raja Mataram saat itu, Amangkurat II meminta bantuan kepada VOC di Batavia. VOC bersedia membantu Mataram dengan syarat-syarat yang sangat merugikan kedaulatan Mataram. Di antaranya, pengakuan atas batas wilayah Batavia yang mencakup wilayah Parahyangan, pengakuan Cirebon sebagai protektorat VOC, pengakuan kekuasaan VOC atas Semarang, dan pelepasan pengaruh Madura bagian timur.

VOC juga meminta hak untuk membeli beras sebanyak yang dibutuhkan, pembenaran monopoli VOC atas impor candu dan kain tradisional, pengiriman beras dari Mataram kepada VOC sebanyak 800 koyan (sekitar 1.300 ton) per tahun dengan cuma-cuma selama 25 tahun.

Mereka juga mengajukan permintaan untuk menempatkan kembali suatu garnisun VOC di Kartasura yang dibiayai Susuhunan, dan adanya larangan bagi orang Jawa untuk berlayar ke sebelah timur Lombok, ke sebelah utara Kalimantan dan ke sebelah barat Lampung.

Seiring berjalannya waktu, pengaruh VOC di Mataram semakin kuat. Mereka ikut campur dalam suksesi kerajaan, urusan luar negeri, hingga kebijakan strategis lainnya. Puncaknya adalah dibaginya Mataram menjadi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Masing-masing masih dipecah lagi menjadi Kadipaten Mangkunegaran (Surakarta) dan Kadipaten Pakualaman (Yogyakarta).

Mataram yang awalanya adalah kerajaan besar yang wilayah kekuasaannya mencakup hampir seluruh Pulau Jawa dan Madura, kini semakin menciut dan terpecah-belah. Ia bagaikan sebuah boneka yang mudah dipermainkan. Kekuasaan yang dimilikinya sekarang tak lebih sekedar simbolis belaka.

Kemunduran dari Mataram inilah yang merupakan titik awal penjajahan Belanda atas Nusantara.

Referensi:

S. Wiranata Sujarweni, Menelusuri Jejak Mataram Islam Di Yogyakarta, Sociality, 2017;

Sudjipto Abimanyu, Kitab Terlengkap Sejarah Mataram, Saufa, 2015.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya