is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Fahmi Fahmi

PELAYANAN PUBLIK METRO TRANS JAKLINGKO

Wisata | 2022-01-18 16:14:00
PELAYANAN PUBLIK JAKLINGKO

“PELAYANAN PUBLIK METRO TRANS JAK LINGKO”

MATA KULIAH BIROKRASI DAN GOVERNANSI

DOSEN PENGAMPU Muhammad Khoirul Anwar, S.Sos., M.si.

Disusun oleh :

1. Muhammad Fahmi Ashiddiqi 20200110200019

2. Muhammad Khoirul Anwar ( Dosen Pembina )

3. Dwi Karno Prakoso 20200110200073

4. Muhammad Amaral fiscal 20200110200018

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

2021

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur hanyalah pantas dipanjatkan kepada Sang Pencipta alam semesta, Allah SWT, batas limpahan rahmat & karuni-nya yang tiada tara-lah seluruh roda kehidupan di muka bumi berputar. Juga senandung sholawat dan salam teruntuk untusan terkahir yang mulia, yakni Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarga, para sahabat, tabi’in dan tabi’atnya, yang semoga curahan syafa’at di akhirat nanti senantiasa terlimpahkan kepada kita selaku umatnya

Saya sangat bersyukur atas selesainya penulisan makalah ini dengan topik pembahasan mengenai “PELAYANAN PUBLIK METRORANS JAK LINGKO” Dengan ini saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pencarian data dan sumber penulisan sebagai kelengkapan dari makalah yang telah disusun ini

Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dari berbagai

kalangan khususnya yang mencakup bidang ilmu keagamaan. Tak dapat dipungkiri bahwa

pembaca dapat menemukan kesalahan maupun kekurangan yang mungkin terdapat dalam

makalah ini. Mohon atas kritik maupun saran yang mampu membangun kualitas dalam

pembuatan makalah-makalah selanjutnya

Jakarta, 12 Januari 2022

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI 3

BAB I 4

PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4

BAB II 5

PEMBAHASAN 5

REFERENSI 5

METODE 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

BAB III 12

PENUTUP 12

KESIMPULAN 12

SARAN 12

DAFTAR PUSTAKA 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DKI Jakarta merupakan sebuah kota metropolitan di Indonesia dan dikenal sebagai ibu kota negara dengan jumlah penduduk di Jakarta mencapai 10,5 juta jiwa menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perencanaan Pembangunan (Bapennas) 2019. Melihat banyaknya jumlah penduduk di Jakarta berkaitan dengan berbagai aspek kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Dengan banyaknya kegiatan yang dilakukan tentunya akan

melibatkan berbagai macam model transportasi, mulai dari transportasi pribadi maupun publik. Salah satu transportasi yang terkenal di Jakarta dan menjadi ikon dari kota ini adalah Transjakarta (TJ) Akan tetapi untuk saat ini kita akan membahas terkait Metrotrans yaitu jak lingko yang beroperasi sebagai angkutan kota di DKI Jakarta itu sendiri.

sebuah sistem Angkutan pertama yang menggunakan pembayaran secara non tunai dan beroperasi sejak tahun 2019 di Jakarta, Indonesia. Sejak beroperasinya Metrotrans Jak Lingko ini mendapatkan respon yang baik dari masyarakat di ibu kota Jakarta, terlihat sampai sekarang peminat dari transportasi ini adalah 500.000 ribu penumpang seharinya menurut portal berita Kompas.com pada bulan Mei 2019, sampai sekarang jumlah penumpangnya semakin meningkat. Melihat hal ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan integrasi

terhadap angkutan umum yang bercermin kepada Transjakarta yang telah mendapat respon baik dari masyarakat. Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta membuat dan membangun sebuah sistem integrasi angkutan umum dengan program yang diberi nama OK-Otrip, dengan adanya angkutan umum yang menjamin kenyamanan penumpang dan bertujuan untuk menyatukan semua moda transportasi di Jakarta. Salah satunya adalah angkutan kota (angkot) yang diharapkan dapat memudahkan masyarakat ibu kota untuk beraktifitas.

Dengan sistem pembayaran menggunakan kartu elektronik dengan pembayaran RP 0 sejak pertengahan tahun 2018 dengan menggandeng 483 armada yang melayani 33 rute di Jakarta dengan bekerja sama dengan PT.Transjakarta

lalu Pada tanggal 15 Juli 2020, PT Jakarta Lingko Indonesia didirikan dengan komposisi saham MRT.jakarta sebesar 20%, Transjakarta sebesar 20%, LRT Jakarta sebesar 20%, dan Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ, perusahaan patungan MRT Jakarta-KAI) sebesar 40%. Jaklingko Indonesia didirikan untuk mengelola dan mengintegrasikan sistem pembayaran pada semua angkutan umum di DKI Jakarta

BAB II

PEMBAHASAN

REFERENSI

Albrow. M. 1970. Bureaucracy, London.

Aldrich, H.A, 1979. Organizations and environments, prentice – hall. NJ : Englewood cliffs.

Anderson, J. E. 1979. Public Policy. Making_New York: Holt, Rinehart & Winston.

Arintono, Sulistyo, Sebayang, Syukur, 2005. Review of bus performance in Bandar Lampung, POrceedings of the eastern asia society for transportation studies, vol. pp. 404 – 413.

Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2013. Jakarta dalam angka tahun 2013. Jakarta : BPS DKI Jakarta.

Charles H. Levine, B Guy peters, Frank J. Thompson. 1990. Public Administrationchallenges, Choices, Consequences, Glenview, Illinois. London, England: Foresman and Company.

Cochran. L. Charles (US Naval Academy), Eloise F. Malone (US Naval Academy). 1999. Public Policy-Perspectives and Choices, Second Edition, Mc. Gravy Hill companies, fnc.

Creswell, John W. 2007. Qualitative Inquiry Research Design: Choosing Among Five Approaches. London : Sage Publications.

Creswell, John W. 2009. Research Design Qualitative, Quantitative, dan Mixed Method. Third Edition, Sage Publication.

Marshall E. Dimock. 1960. “Public Administration”, New York : Rinehart & Company.

Dunn, N. Wiliam. 1994. Public Policy Analysis : An Introduction (Second Edition). New Jersey : : Prentice Hall International, Inc. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Dye, Thomas R. 1953. Understanding Public Policy, New Jersey: Prentice Hall, Inc. 1978. Easton, D. The Political System_, New York: Knopf. 1976.

Policy Analysis. Alabama : University of Alabama Press. 1981. Understanding Public Policy (Sixth Edition). New Jersey : Prentice Hall International Inc.

Edwards III, George C. 1978. The Policy Predicament. San Fransisco: W. H. Freeman & Company.

Farnham, David dan Horton, Sylvis, (ed), 1993. Managing The New Public Servic. London : Mac Millan.

Fisher, Frank, Miller Gerald J., dan Sidney Mara S. (Editors). 2007. Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and Methods. Boca Raton FL: CRC : Press Taylor and Francis Group.

Demi memberikan transportasi umum yang nyaman dan murah, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan-Sandiaga Uno meluncurkan program OK-OTrip, layanan transportasi angkutan massal dengan sistem satu tarif ke semua tujuan.

Menurut Anies, pola pengelolaan angkutan umum tak lagi berdasarkan pada penumpang tapi akan dihitung per kilometer perjalanan. Dengan adanya program ini, Anies mengatakan, angkutan umum tak perlu ngetem untuk menunggu penumpang.

"Karena mereka harus kejar kilometer bukan menunggu penumpang. Ini memberi kepastian bagi warga Jakarta dalam penggunaan kendaraan umum," kata mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.

Kartu OK-Otrip akan berlaku selama tiga jam sejak tapping pertama naik kendaraan dengan tarif Rp 5.000. "Tiga jam bukan sampai turun tapi sampai naik kendaraan. Walaupun empat kali pindah kendaraan dia tak harus membayar dan tetap pakai satu kartu dan dalam tiga jam tak ada tambahan apapun. Kita harap warga bisa merasakan manfaat. Bisa berganti kendaraan dengan harga lebih murah," tandasnya.

Nantinya, untuk membayar tarif pertama kali naik angkot Rp 4.000, kemudian disambung dengan Kopaja hanya terkena tarif Rp 1.000. Bila menyambung kembali dengan bus TransJakarta (TransJ), penumpang tak dikenai biaya. Bila menyambungkan kembali dengan bus TransJakarta (TransJ), penumpang membayar Rp 0.

Melalui program OK-OTrip, pengguna transportasi hanya membayar Rp 5000 dalam sekali tapping dengan durasi tiga jam. Jika telah melewati tiga jam, maka jika warga kembali melakukan perjalanan, akan kembali dikenakan tarif Rp 5000.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Menurut Bogdan & Taylor (1975: 27), “Pendekatan kualitatif mengacu pada penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu hasil pemikiran atau pembicaraan orang dan tingkah laku yang dapat diobservasi”. Creswell (2007: 62) mendefinisikan kualitatif sebagai, “Suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami gejala sentral”. Menurut Creswell (2007 : 62): “Qualitative studies begin with authors stating the research problem of the study. In the first few paragraphs of a design for a study, the qualitative researcher introduces the problem leading to the study. The term problem may be a misnomer, and individuals unfamiliar with writing research, may struggle with this writing passage. Rathe than calling this passage the problem, it might be clearer if I call it the need for the study . The interest of a research problem in qualitative research is to provide a rationale or need the following paragraphs, I consider establishing the need by considering the source for the problem, framing it within the literature, and encodering and foreshadowing the text for one of the five qualitative approaches to inquiry”. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, maka peneliti dapat menggambarkan secara jelas dan menyeluruh, mengenai problem tentang program moda transportasi publik secara terintegrasi di Provinsi DKI Jakarta yaitu Program Ok Trip. Sedangkan metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode studi kasus (Case Study). Menurut Creswell (2007: 9) bahwa, “Penelitian kualitatif adalah penelitian eksploratif yang biasanya lebih bersifat studi kasus. Penelitian kualitatif dimulai dengan adanya masalah yang biasanya spesifik dan diteliti secara khusus, sebagai suatu kasus yang diangkat ke permukaan”. Lebih lanjut menurut Creswell (2007) menyebutkan bahwa, “Metode studi kasus melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan menyeluruh terhadap perilaku seorang individu”. Creswell (2007) mengatakan bahwa tujuan dari metode studi kasus (Case Study) adalah, “Mengembangkan metode kerja yang paling efisien, maknanya peneliti mengadakan telaah secara mendalam tentang suatu kasus, kesimpulan hanya berlaku atau terbatas pada kasus tertentu saja”. Metode studi kasus digunakan peneliti untuk memusatkan diri secara intensif terhadap satu obyek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus, hal ini mengenai kasus kebijakan program Ok Trip di Provinsi DKI Jakarta. Dengan adanya studi kasus, maka pembahasan pada tema penelitian ini akan menjadi terfokus dan terarah, sehingga mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca. Informan penelitian yang digali data dan informasi dari lapangan, karena informan ini mempunyai expert (ahli) dibidang transportasi adalah:

1. Direktur PT. Transjakarta;

2. Kepala Bagian Pelayanan dan Operasional PT. Transjakarta;

3. Staf Bagian Pelayanan dan Operasional PT.Transjakarta

4. Kadishub. Provinsi DKI Jakarta;

5. Kepala Suku Dinas Perhubungan sewilayah Provinsi DKI Jakarta;

6. Staf Dishub. Provinsi DKI Jakarta;

7. Kepala operator KWK menurut MOU;

8. Pengguna lalu lintas Provinsi DKI Jakarta yang menggunakan Angkot OK Trip.

9. Pengemudi bus Transjakarta dan Angkot Ok Trip.

Unit analisis dalam rencana penelitian ini adalah institusi/lembaga, lembaga-lembaga yang menjadi pusat tempat penelitian adalah institusi Pemerintah DKI Jakarta dan instansi-instansi terkait. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (Creswell, 2007: 118), yaitu: Wawancara, Pengamatan (Observasi), Studi Dokumen Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data, agar validitas dan reliabilitas terhadap data yang didapat di lapangan dapat tercapai (Creswell, 2007: 163). Menurut Creswell (2007) bahwa “terdapat adanya 3 (tiga) unsur utama dalam proses analisis data pada penelitian secara kualitatif, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.” Ketiga unsur dalam analisis data ini dilakukan selama pelaksanaan penelitian dan sesudah pelaksanaan pengumpulan data. Apabila dalam analisis data masih memerlukan data untuk mendukung kesimpulan, maka penelitian lanjutan dilakukan kembali di lapangan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sesuai dengan fenomena dalam penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebijakan aplikasi program OK Trip diketahui dengan melihat pelaksanaan misi OK Trip oleh instansi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan program OK Trip. Misi tersebut meliputi:

a. Mewujudkan layanan transportasi yang selamat, lancar, aman, nyaman, dan terintegrasi;

b. Mewujudkan layanan transportasi yang informatif berbasis teknologi informasi dan komunikasi;

c. Mewujudkan transportasi ramah lingkungan dan menunjang aksesbilitas bagi penyandang disabilitas;

d. Mewujudkan biaya transportasi yang terjangkau bagi masyarakat.

Pernyataan misi di atas dijelasksan bahwa mewujudkan layanan transportasi yang selamat, lancar, aman, nyaman, dan terintegrasi. Layanan Transportasi yang terintegrasi sudah dilakukan dengan membuka akses jembatan penyeberangan di stasiun Manggarai dan Tebet, sehingga penumpang dengan mudah pergantian moda transportasi dari Commuter Line ke bus Transjakarta secara langsung, tapi tidak terintegrasi secara pengelolaan dan tarif, hanya rute saja, namun mulai tahun 2014 ketika bapak Ahok menjadi Gubernur mulai terintegrasi angkot dengan bus Transjakarta, setelah itu bapak Anies menjadi Gubernur membuat kebijakan di bidang transportasi dengan program unggulan dengan nama Program Ok Trip. Jak Lingko (sebelumnya bernama Ok Trip) adalah program transportasi satu harga untuk satu kali perjalanan yang diluncurkan oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang berdasarkan Kebijakan, yaitu Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 78 Tahun 2018 tanggal 3 Januari 2018 tentang Tim Pelaksana Program Ok Trip. Program ini memungkinkan penumpang membayar hanya satu kali bayar sebesar Rp 5.000 (atau Rp 3.500 selama masa uji coba) untuk kemudian menggunakan berbagai layanan bus kecil hingga transjakarta selama 3 jam, tujuan program ini untuk menurunkan biaya transportasi warga sebesar 10 persen. Kartu yang digunakan dalam sistem pembayaran ini berbeda dengan uang elektronik yang selama ini sudah berlaku. Kartu khusus Ok Trip tersedia dengan harga Rp 40.000 dengan Saldo Rp 20.000. Hal ini penulis telah wawancara dengan staf bidang angkutan jalan dan lalu lintas Dishub DKI Jakarta, yiatu: Secara teknis bahwa program Ok Trip itu diaplikasikan dengan kartu Ok Trip/Jak Lingko, kartu ini hanya untuk satu kali perjalanan dengan gratis untuk bus kecil dan untuk bus Transjakarta bayar dengan mengtap kartu terpotong Rp 3.500, perpindahan itu akan dikenakan bayar maksimal Rp 5.000 selama 3 (tiga) jam. Teknis memang tidak ada kendala, hanya jaringan internet, namun yang menjadi perhatian ketika dalam perjalanan adalah perilaku supir dan ada kekuatiran pemilik angkot untuk dilakukan peremajaan yang dirasakan belum siap nantinya.

Jadi, terdapat 483 armada melayani 33 rute dan per hari sudah melayani sekitar 68.000 penumpang, sejumlah operator angkot sudah menandatangani. Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap dimensi Aplikasi, maka aplikasi program OK Trip dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1 Faktor Kebijakan Seperti yang diungkapkan oleh Dewi (2016: 174 – 176) bahwa ketepatan kebijakan, ketepatan pelaksana kebijakan, target yang tepat, lingkungan yang tepat, dan proses yang tepat merupakan unsur-unsur dalam kebijakan yang akan menjadikan implementasi kebijakan berjalan efektif, maka berikut disajikan analisis kebijakan program OK Trip berdasarkan unsur-unsur yang telah disebutkan. Berdasarkan data program OK Trip, maka diperlukan adanya kebijakan yang mampu meningkatkan jumlah pengguna angkutan yang berlogo Ok Trip. Keberadaan kebijakan tersebut sangat tepat dan bermanfaat bagi para pengguna angkutan program Ok Trip, karena program tersebut mendapatkan jaminan dari pemerintah provinsi DKI Jakarta, sehingga para pengguna mendapatkan kemudahan dalam transportasi. Kebijakan tersebut juga memberikan kewenangan penuh kepada PT. Transjakarta untuk terlibat penuh dalam kegiatan Program Ok Trip. Pemberian kewenangan kepada PT. Transjakarta yang diatur pada kebijakan tersebut sangatlah tepat, karena akan memberikan jaminan kemudahan bagi masyarakat Jakarta. Kebijakan Program Ok Trip juga dapat dinilai sebagai kebijakan yang dibuat oleh aktor yang tepat. Kebijakan tersebut tidak dibuat melalui mekanisme politik, sehingga dalam perumusannya tidak banyak melibatkan banyak aktor, karena menurut Penulis bahwa semakin banyak aktor yang terlibat dalam formulasi kebijakan, maka semakin sulit pula kebijakan tersebut diimplementasikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Hal tersebut, dikarenakan semakin banyak aktor yang terlibat, maka membutuhkan lebih banyak koordinasi dan lebih banyak kepentingan yang bersaing. Kebijakan Program Ok Trip tidak memerlukan banyak golongan implementor, kebijakan tersebut juga tepat dalam menentukan siapa saja yang menjadi implementornya, karena didalamnya diatur bahwa yang bertugas memproses program angkutan Ok Trip adalah operator, bukan petugas dari Dishub Provinsi DKI Jakarta, sehingga akan memudahkan masyarakat untuk menggunakan angkutan Ok Trip dan memudahkan Dishub untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan. Selain itu, hal-hal yang telah disebutkan, kebijakan Program Ok Trip juga layak disebut sebagai kebijakan yang berada pada lingkungan dan proses yang tepat. Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut dirumuskan dan diimplementasikan oleh lembaga yang berada dalam lingkungan pelayan transportasi dan telah melalui tiga proses kebijakan:

a) Policy acceptance,

b) Policy adoptions,

c) Policy Readiness.

Tidak adanya penolakan atau keberatan dari pelaku usaha (operator) dan kesiapan kebijakan tersebut dalam mengakomodasi kepentingan masyarakat pengguna transportasi yang membutuhkan jaminan keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam layanan transportasi.

2 Faktor Informasi Infromasi yang dimaksud dalam hal ini adalah informasi tentang cara mengimplementasikan kebijakan dan informasi tentang kepatuhan Program Ok Trip terhadap kebijakan yang diaplikasikan. Untuk mengetahui informasi tersebut, pihak Dishub Provinsi DKI Jakarta memiliki keterbatasan staf yang ekspert dalam bidang program Ok Trip, sehingga tidak bisa selalu mengetahui informasi secara langsung. Akan tetapi, adanya keterbatasan itu dapat diantisipasi dengan cara melibatkan tenaga sukarela dari PT. Transjakarta dan Suku Dinas Pemkot, agar tetap mematuhi aturan yang ada dalam kebijakan Program Ok Trip. Hal ini dijelaskan oleh Plt. Kepala Dishub Provinsi DKI Jakarta yang mengatakan: “staf yang menangani memang seharusnya mempunyai kompetensi di bidang angkutan dan lalu lintas, terutama dalam memahami rute, pengelolaan, dan tarif yang akan diimplementasikan dalam program Ok Trip guna membenahi transportasi Jakarta yang menjadi tanggung jawab Dishub Provinsi DKI Jakarta. Staf kami tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi, karena beberapa unit bisa dilakukan oleh satu staf.”3

3 Faktor Partisipasi masyarakat a) Politik Kurangnya dukungan politik dan campur tangan politik dianggap Chakrabarty (2012:205) sebagai sesuatu yang dapat menghambat aplikasi kebijakan program Ok Trip, padahal kebijakan tersebut merupakan produk dari sistem politik, sehingga dalam implementasinya, campur tangan politik selalu akan ada. Salah satu bentuk partisipasi dari politik dalam aplikasi kebijakan program Ok Trip adalah Perda. Bentuk lainnya partisipasi politik adalah digratiskan biaya angkutan, pengguna tidak dikenakan biaya dua kali. Hal ini diungkapkan oleh pengguna angkut Ok Trip berdasarkan pengalamannya menggunakan angkutan tersebut, berkata: “saya sering menggunakan angkot Ok Trip, karena gratis walaupun belum nyaman kaena belum ber-AC, tetapi enak sekarang sudah tidak mengetem lagi, waktu perjalanan sudah bisa diprediksi waktu tempuh.”4 b) Masyarakat Menurut Bowman (2005:210), kesuksesan implementasi kebijakan publik yang menggunakan pendekatan pendekatan Top Down diantaranya adalah dipengaruhi oleh dukungan/partisipasi dari masyarakat dan tidak adanya konflik antara kebijakan publik dengan kondisi sosial ekonomi. Masyarakat dalam kebijakan publik adalah seperti kata “Publik” itu sendiri yang memiliki arti masyarakat luas, atau sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang berlaku. Dengan demikian, partisipasi masyarakat yang dimaksud adalah:

1) Partisipasi pemilik kendaraan Partisipasi yang dimaksud adalah mengenai kepatuhan mereka terhadap program OK Trip. Jika Pemilik Kendaraan tidak patuh, maka kebijakan itu tidak akan berjalan. Kepatuhan tersebut dapat dilihat dari ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh operator. Pelanggaran tersebut dapat berupa penggunaan alat/bahan yang berbeda dari bagi pengemudi dan penumpang yang menyesatkan.

2) Partisipasi pengemudi Partisiapsi mereka berupa menjalankan kendaraan sesuai dengan trayek, tidak mengangkut penumpang disembarang tempat, tidak meminta tarif yang tidak sesuai dengan ketentuan, dan tidak mengetem, serta menggunakan seragam dan sopan.

3) Partisipasi penumpang Berikut hasil wawancara dengan penumpang: “Ternyata kesadaran penumpang menggunakan angkutan Ok Trip akan menjamin kualitas pelayanan dalam berlalu lintas sudah tinggi. Keengganan penumpang mengadukan keluhan kepada pemerintah, karena sikap pemerintah yang terlalu mengutamakan prosedur dan peraturan-peraturan yang ada dalam mengambil kebijakan. Jika aturan tidak menyebut perlunya partisipasi penumpang, maka pemerintah tidak melibatkan penumpang, meskipun kebijakan itu nantinya berdampak pada masyarakat yang bersangkutan. Sungguhpun demikian, pemerintah berkewajiban untuk mendengarkan keluhan penumpang sebelum memutuskan kebijakan yang diambil, khususnya menyangkut tarif secara integrasi dengan bus Transjakarta. Secara normatif, pemerintah diwajibkan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai ketetapan tarif sebelum diberlakukan. Hal ini sebagaimana diamanatkan dalam keputusan menteri perhubungan nomor 89/2002 pasal 10.

4) Manfaat Terkait dengan hal manfaat dari program Ok Trip selama ini. sudah dirasakan secara optimal oleh masyarakat, karena perhatian dan pandangan kebijakan pemerintah yang selama ini lebih berorientasi kepada tarif yang murah yang disubsidi oleh Pemprov. DKI Jakarta, subsidi tersebut untuk mengratiskan tarif ketika menaiki angkot yang berlogo Ok Trip selama tiga jam.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan permasalahan yang dibahas dengan teori kebijakan tentang aplikasi program yang berdasarkan data dan informasi yang empirik di lapangan, maka topik tentang implementasi kebijakan tentang Program OK Trip dihasilkan kesimpulan, sebagai berikut: Aplikasi Program OK Trip belum berhasil dilaksanakan secara berkesinambungan, karena banyak kendala dari segi pengintegrasian tarif, karena banyak berbagai kepentingan dalam memutuskan suatu kebijakan integrasi tarif. Selain itu kualitas dari angkot OK Trip belum memenuhi standar speksifikasi pelayanan, karena target aplikasi program tersebut sampai dengan tahun 2020, belum termin waktu yang telah ditentukan, karena pelaksanaan masih berjalan.

SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis melihat ada fenomena bahwa kebijakan aplikasi program Ok Trip antara bus Transjakarta dengan angkot yang berlogo Ok Trip di Provinsi DKI Jakarta masih banyak kekurangan, namun tetap eksis dilaksanakan, karnanya lemahnya sumber daya, belum ada pemahaman yang sama arti dan pentingnya program tersebut, karena masih ada pemahaman yang tindak sinkron antara kebijakan dengan teknis yang diterapkan terutama masalah benefit dan profit yang didapat. Hal ini, karena antar aktor masih memikirkan tujuan keuntungan yang didapat bukan misi sosial yang dikedepankan, serta aplikasi dari program Ok Trip misal secara teknis penggunaan kartu Ok Trip ketika menempel diangkot, karena menggunakan data internet, kendala loading sewaktu-waktu, sedangkan secara kebijakan aplikasi program tersebut mudah dilaksanakan karena ketiga aktor sudah mempunyai peran masingmasing, yang penting peran dari 78 Pemprov DKI Jakarta harus tegas dalam memutuskan regulasi, seperti regulasi tarif dan trayek maka dapat direkomendasikan sebagai berikut: Regulasi program sebaiknya menyejahterakan rakyat dengan cara membuat kebijakan yang bersifat Perda.

a. Kebijakan di bidang transportasi sebaiknya ketat (mutlak diimplementasikan berupa peraturan), karena pengalaman dari pergantian kepimpinan DKI Jakarta banyak sarana prasarana terbengkalai.

b. Tenaga pelaksana Program OK Trip perlu ditambah agar mampu menjangkau seluruh penduduk Jakarta yang tersebar di wilayah yang luas.

c. Sebaiknya, sosialisasi Program Ok Trip melalui media outdoor berupa spanduk, baliho, atau sejenisnya karena lebih muda dibaca oleh penduduk dari pada melalui media massa seperti Koran, radio, atau televisi.

d. Sosialisasi Program Ok Trip lebih berorientasi pada peningkatan angkutan yang aman, nyaman, dan murah, bukan pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil genap.

e. Kartu OK Trip perlu diberikan secara gratis yang jumlah jumlah tarifnya sudah disi oleh pemerintah setiap bulan sesuai dengan kebutuhan per penumpang, sehingga untuk mengontrol sasaran yang tepat.

f. Pemerintah perlu menetapkan standar pelayanan transportasi publik, khususnya angkutan umum yang berpijak pada kepentingan msyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

kebijakan aplikasi program one karcis one trip - Jurnal Untirta

https://jurnal.untirta.ac.id › Jap › artikel › download.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya