is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mas Syahril Mubarok

Sebuah Refleksi Harlah Ke-64 PMII dari Kader yang Biasa-Biasa Saja

Kolom | 2024-04-20 09:17:13

Tulisan ini berangkat dari kegelisahan penulis sebagai kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII. Organisasi yang memberi intelektualitas dan akidah Ahlussunnah Wal Jama’ah an-Nahdliyah (untuk selanjutnya akan disebut ASWAJA). 64 tahun dapat dikatakan sebagai usia tua, akan tetapi motor gerakan PMII ialah para pemuda.

PMII lahir pada 17 April 1960, tentunya PMII turut mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Yang masyhur terdapat 13 nama dalam kesejarahan pendiri PMII yang tersebar selama ini. Data terbaru, ada satu nama lagi yang belum dimasukkan dan menjadi fakta sejarah yaitu Abdullah Alwi Murtadlo.

PMII dibentuk karena desakan pemuda NU atas wadah pengkaderan intelektual. Karena saat itu NU menjadi pemenang ketiga pemilu 1955. Ada satu-satunya wadah bagi mahasiswa Islam yakni HMI–yang lebih dekat dengan Masyumi–, tetapi karena perbedaan politik dan berseberangan dengan NU, maka kebutuhan wadah mahasiswa nahdliyyin sangat mendesak.

Bagi pemuda nahdliyyin, PMII menjadi organisasi pilihan ekstra kampus untuk tempaan membangun basic nahdliyyin-nya. Beberapa materi yang diserap antara lain sejarah dan doktrin Islam ASWAJA, nilai dasar pergerakan, keorganisasian, kelembagaan kopri dan studi gender, dan masih banyak yang lainnya. Berbagai materi yang diserap di organisasi PMII menjadi tugas peradaban bagi kami menjadi intelektual berhaluan ASWAJA.

Tren Islam di Kalangan Pemuda

Sejak awal, PMII merupakan perkumpulan mahasiswa NU di berbagai kampus di Indonesia. Kini, PMII memiliki ratusan cabang dan puluhan koordinator cabang (setingkat provinsi). PMII berdiri dari rahim NU dan tidak dapat dipisahkan.

Pasca orde baru mulai berkembang komunitas-komunitas pemuda yang haus akan pengetahuan agama Islam. Reformasi yang membebaskan masyarakat untuk memilih dan menjalani keyakinannya. Hal ini juga mempengaruhi ideologi para pemuda selanjutnya.

Survei yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun 2023, menunjukkan sebanyak 83,3 persen siswa SMA menganggap Pancasila bukan ideologi permanen. Artinya, suatu saat Pancasila dapat diganti. Kondisi itu juga akan diperburuk seumpama menjadi mahasiswa di kampus dan bergabung dalam kajian-kajian Islam ekstrem.

Usia-usia muda secara psikologis akan mencari jati diri. Hal ini yang kemudian dimanfaatkan oleh kelompok muslim non-moderat merekrut para pemuda ini. Mereka menguasai masjid-masjid kampus dan organisasi yang didukung oleh kampus. Sampai saat ini, belum ada tanggung jawab resmi dari pemerintah melalui kementerian pendidikan dan kebudayaan terkait permasalahan ini.

Kondisi ini menjadikan PMII memiliki tugas krusial. PMII yang hadir di kampus sudah seharusnya membentengi mahasiswa dari ideologi-ideologi kontra Pancasila. Penguasaan dan moderasi konten di zaman teknologi kini, menuntut kader PMII semakin terdepan akan hal-hal yang disampaikan atau viral. Untuk hal ini, menurut saya belum signifikan pada setiap kader PMII di seluruh Indonesia.

Tokoh Populer 

Mahbub Djunaidi selain sebagai ketua umum pertama PMII, ia menjadi panutan bagi generasi PMII selanjutnya. Pada setiap zamannya, PMII juga dipimpin oleh ketua-ketua yang berkarakter spesial. Kini, PMII dipimpin oleh Abdullah Syukri.

PMII juga memiliki kader-kader di setiap daerah. Kontribusi terhadap tanah kelahiran atau tempat tinggal sudah ditunaikan oleh para alumni PMII. Tentunya, tidak meninggalkan akidah ASWAJA.

Contoh sekarang seperti tokoh-tokoh yang kita kenal seperti Khofifah Indar Parawansa (Ketum Muslimat NU - Gubernur Jatim), KH. Cholil Nafis dan KH. Asrorun Ni’am (MUI), Muhaimin Iskandar (Ketum PKB), Nusron Wahid (anggota DPR RI) dan masih banyak yang lain. Mereka adalah para organisatoris ketika mahasiswa.

Penulis mengidolakan sosok Khofifah Indar Parawansa. Dahulu, peran-peran perempuan dalam kepemimpinan sempat menjadi polemik dan mengalami marginalisasi oleh oknum. Salah satu penyebabnya adalah pemikiran konservatif yang tidak ingin membicarakan isu-isu kesetaraan gender.

Ada salah satu pemikiran Khofifah yang saya garis bawahi, yaitu perlunya perempuan NU untuk bergerak dan menekuni berbagai profesi di ruang publik, yang kemudian dapat turut serta membantu menyelesaikan masalah yang Indonesia hadapi. Dari pemikiran ini, dapat disimpulkan Khofifah mendorong perempuan-perempuan di kalangan NU sendiri agar terlibat aktif dalam ruang publik.

Kini, muncul beragam tema-tema perempuan. Sebagai penegasan bahwa peran perempuan tidak dapat dipinggirkan begitu saja. Belum lagi permasalahan-permasalahan yang merendahkan kaum perempuan. PMII melalui Kopri-nya sudah seharusnya menjadi garda terdepan mengadvokasi hak-hak kaum perempuan. Dan kalau bisa, PMII mengorbitkan kader-kader se-level Khofifah ke depan.

Sumber:
KH Abdullah Alwi Murtadlo, Pendiri PMII yang Tercecer https://jatim.nu.or.id/opini/kh-abdullah-alwi-murtadlo--pendiri-pmii-yang-tercecer-4i7b2

Survei Setara: 83,3 Persen Siswa SMA Anggap Pancasila Bisa Diganti https://news.republika.co.id/berita/ruup0d436/survei-setara-833-persen-siswa-sma-anggap-pancasila-bisa-diganti

Khofifah I.P, NU, Perempuan Indonesia: Sudut Pandang Islam Tradisional, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2015)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya