is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Budianto Sutrisno

Sosok Pemimpin Indonesia Emas 2045, Apa Kriterianya?

Politik | 2024-04-09 17:12:03
Sumber foto: presidenri.go.id

Dalam kurun waktu 21 tahun lagi, Republik Indonesia akan mencapai usia seratus tahun. Dengan kata lain, dalam rentang masa kira-kira satu generasi lagi, kita semua akan memasuki era Indonesia Emas 2045. Di usia satu abad, bangsa Indonesia diharapkan menjadi bangsa inovatif dan produktif yang bisa sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia. Juga mampu bersikap dewasa dalam mengatasi berbagai masalah politik, ekonomi, hukum, sosial, dan lain sebagainya.

Jiwa kenegarawanan

Tak pelak, Indonesiamembutuhkan sosok pemimpin—dengan jiwa kenegarawanan—yang benar-benar mumpuni dalam mengelola sebuah bangsa besar. Bangsa dari sebuah negara dengan rentang wilayah yang terdiri dari 17.000 pulau dan dihuni oleh beragam suku bangsa dengan tradisi serta agama yang berbeda-beda. Sudah bisa dipastikan, sosok pemimpin tersebut harus memahami dan menghayati benar-benar makna pluralisme dalam semangat Bhineka Tunggal Ika. Sosok yang bersangkutan harus memiliki rekam jejak kepemimpinan yang jelas dalam memberikan naungan bagi setiap warga negara Indonesia secara jujur dan adil.

Bukan hanya itu! Pemimpin tersebut harus memiliki kemampuan prima berdiplomasi dalam lingkup internasional. Sementara, dalam lingkup nasional, sosok yang bersangkutan juga harus mampu memberikan teladan dalam penerapan kearifan-kearifan lokal. Bagaimanapun juga, pemimpin perlu menjaga pusaka warisan kearifan lokal yang telah ditanamkan para pendahulu, sebagai bagian dari kepribadian bangsa.

Zaman terus bergulir dengan perubahan. Dewasa ini kita tengah memasuki era Society 5.0. Kemajuan ilmu dan teknologi canggih adalah sebuah keniscayaan. Tak pelak, sosok pemimpin di era Indonesia Emas 2045 perlu memfasilitasi warganya dalam menerapkan teknologi canggih, seperti AI/Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan), robot, dan IoT (Internet of Things).

Menyadari pentingnya hal-hal yang telah dipaparkan di atas, penulis mengajak para pembaca untuk ikut memikirkan dan urun rembuk tentang apa dan bagaimana kriteria pemimpin di era Indonesia Emas 2045.

Peran Kunci Pendidikan

Bagaimana cara mengantisipasi kehadiran era Indonesia Emas 2045 serta mendapatkan pemimpin dengan kriteria yang tepat? Menurut hemat penulis, cara paling tepat adalah melalui pendidikan dan transfer teknologi dari negara-negara maju. Kapan mulainya? Sekarang juga.

Kemendikbudristek perlu benar-benar mengatur kurikulum sedemikian rupa, sehingga generasi muda bangsa ini sungguh-sungguh digembleng sebagai generasi yang dinamis dan penuh inovasi. Sudah barang tentu, langkah ini memerlukan para pengajar yang menguasai teknologi canggih dan berwawasan luas. Para peserta didik itu bukan dipersiapkan untuk menjadi generasi yang fasih menghafal teori, melainkan terjun langsung dalam praktik riset dan eksperimen dengan prasarana laboratorium yang lengkap. Tanpa riset dan eksperimen, mustahil sebuah bangsa bisa mengalami kemajuan yang signifikan. Sudah barang tentu, hal ini memerlukan disiplin ilmu yang ketat dan berkesinambungan dari waktu ke waktu. Kurikulum yang ada sekarang ini malah merepotkan banyak guru di bidang administrasi. Fokusnya jadi kurang mendidik dann memperhatikan kepentingan peserta didik.

Keberadaan Indonesia sebagai presidensi dalam G-20 beberapa waktu yang lalu, merupakan momen yang tepat untuk melakukan transfer pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, tersedia sumber daya manusia yang mumpuni dan mampu memanfaatkan sumber daya alam yang begitu melimpah di tanah air bagi kemaslahatan masyarakat luas.

Untuk itu, pemimpin harus mampu menggalang kerja sama bilateral atau multilateral dengan sejumlah negara yang memiliki kompetensi pengetahuan dan teknologi canggih. Bidang energi dan penyediaan pangan merupakan bagian yang sangat krusial untuk masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia.

Pemimpin perlu memberikan ruang yang lebih luas untuk mengksplorasi sumber energi yang terbarukan, sehingga tidak hanya bergantung pada minyak, batu bara, dan gas bumi. Memang di sejumlah kawasan telah dimulai pengadaan jaringan listrik dengan memanfaatkan energi matahari. Namun demikian, cakupannya belumlah meluas dibandingkan dengan sebaran penduduk di banyak pulau. Perlu diupayakan penggunaan panel-panel surya dengan bahan yang harganya lebih terjangkau, sehingga tidak memerlukan biaya yang relatif besar untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

Sudah ada awal yang menggembirakan dengan ditargetkannya penggunaan energi terbarukan sebesar 48% pada tahun 2020. Ini merupakan komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement yang dihadiri oleh 195 negara pada tahun 2015. Belum terlambat bagi Indonesia untuk mengadakan kerja sama dalam pembangunan PLTS dengan sejumlah negara yang berpengalaman dalam pemanfaatan panel surya terbesar di dunia, seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat.

Dari seorang penjaga konservasi hutan bakau, penulis mendapatkan informasi bahwa sejenis tanaman yang bernama Nypa fruticans ternyata dapat diolah menjadi alkohol, gula, dan cuka. Tanaman ini banyak tumbuh di kawasan hutan bakau.

Bukan tak mungkin, jenis tanaman lain yang tumbuh di bumi Indonesia, dapat pula digunakan sebagai bahan energi terbarukan. Itu sebabnya pemimpin harus memiliki visi yang jelas tentang swasembada energi dan pangan. Syukur-syukur, bisa membantu sejumlah negara lain yang membutuhkan.

Peranan Pemuda

Seperti kita ketahui, pada tahun 2045 Indonesia akan memperoleh bonus demografi, di mana 70% dari jumlah penduduk Indonesia berada dalam rentang usia produktif (15-64 tahun)., sementara 30% sisanya merupakan jumlah penduduk yang tidak produktif lagi (berusia di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun).

Melihat angka-angka tersebut di atas, pemuda merupakan sebagian besar dari kekuatan generasi produktif dan inovatif. Generasi pemuda itu sekarang ini sedang duduk di bangku SD, SMP hingga perguruan tinggi. Dengan demikian, pemuda dalam kelompok umur inilah yang harus disiapkan sebagai pemimpin Indonesia Emas 2045. Melalui apa? Sekali lagi, melalui pendidikan yang berorientasi pada hari depan dan berkesinambungan. Di tangan merekalah hari depan bangsa ini dipertaruhkan!

Itu sebabnya bonus demografi ini—yang hanya terjadi sekali saja selama siklus jumlah penduduk—harus dimanfaatkan sebaik mungkin, agar menjadi berkah besar bagi Indonesia. Jika kita abai, penduduk Indonesia akan didominasi oleh kelompok usia lanjut yang tidak produktif lagi, sehingga Indonesia boleh jadi, tidak akan memperoleh manfaat apa pun, sementara setiap negara berada dalam kancah persaingan global.

Mendiang presiden pertama RI, Soekarno, pernah menegaskan pentingnya pemuda bagi keberlangsungan dan kemajuan sebuah negara. Beliau menguman4dangkan pesan, Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.

Wahai pemuda Indonesia, bersiaplah untuk mengguncangkan dunia dengan menjadi pemimpin Indonesia Emas 2045!

Kriteria untuk Presiden

Kini saatnya kita membahas kriteria pemimpin tertinggi Indonesia Emas 2045, yakni presiden. Di samping harus memenuhi kriteria umum seperti yang telah diungkapkan di atas, sosok presiden Indonesia Emas 2045 harus memenuhi pula kriteria khusus. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan – bahkan sangat baik – kalau jabatan di luar presiden, dapat pula memenuhi kriteria khusus ini.

Secara pribadi, penulis memiliki pandangan tertentu tentang kriteria ini. Pada dasarnya, kriteria penulis terbagi dalam 2 bagian, yakni kriteria yang bersifat tangible (nyata dan terukur jelas) dan kriteria yang bersifat intangible (tak nyata dan tak terukur jelas).

Kita mulai dengan kriteria yang bersifat tangible. Seorang presiden haruslah memiliki mata elang yang tajam. Pandangan atau wawasannya luas ketika hendak menyelesaikan sebuah masalah. Akan tetapi, sebagaimana pandangan mata seekor elang, pandangan presiden sekaligus juga harus bisa terfokus terhadap masalah yang dihadapi, sehingga masalah sepelik apa pun dapat diselesaikan sampai tuntas.

Ada hal yang menarik dari kehidupan seekor elang yang tak takut terbang sendirian menembus angkasa raya. Berani mengambil risiko, dan tidak sekadar ber-’kwek-kwek-kwek’ seperti kawanan bebek. Ketika melatih anaknya terbang, induk elang membawa si anak terbang tinggi, lalu menjatuhkannya dari angkasa. Sebelum sang anak terempas ke tanah, sang induk segera menyambarnya, dan membawanya terbang kembali ke angkasa. Hal itu dilakukan berulang kali sampai si anak mahir terbang sendiri. Melalui analogi ini, kita melihat bahwa presiden yang memiliki karakter elang pastilah sosok yang memikirkan hari depan bangsa. Ia pasti melakukan kaderisasi untuk melatih generasi muda menjadi insan mandiri dan tidak cengeng dalam menghadapi kesulitan. Pikirannya tak terbatas pada nasib bangsa hanya selama masa pemerintahannya, tetapi juga terkait dengan hari depan bangsa pasca-masa jabatannya.

Presiden yang tak memiliki pandangan luas sekaligus terfokus tajam, hanya akan membuat keputusan yang mengambang, tidak jelas, dan akhirnya menimbulkan terjadinya keresahan berbagai pihak.

Kriteria kedua. Presiden itu harus memiliki perilaku ’satunya kata dengan perbuatan’. Apa yang dikatakan oleh presiden di depan rakyat, itulah yang dilakukannya. Dengan kata lain, presiden haruslah seorang yang jauh dari sifat munafik atau kepura-puraan. Kemunafikan seorang kepala negara hanya akan meruntuhkan wibawanya sendiri sebagai pemimpin negara, yang pada akhirnya berujung pada ketidakpercayaan dan penolakan rakyat atas kepemimpinannya.

Kriteria ketiga. Seorang presiden haruslah seorang sosok pemimpin yang mampu memberi suri teladan kepada seluruh jajaran pemerintahan dan rakyat. Sejatinya, kriteria ketiga ini erat hubungannya dengan kriteria kedua. Contoh konkretnya: bila seorang presiden menyerukan kepada segenap rakyat agar tidak melakukan korupsi, maka presiden itu sendiri harus memberikan teladan bahwa ia benar-benar jujur dan bersih dari tindakan korupsi.

Kriteria keempat. Seorang presiden harus berjiwa melayani, bukan dilayani. Melayani siapa? Melayani rakyat. Untuk itu, sang presiden harus rendah hati dan dekat dengan rakyat serta tidak melakukan diskriminasi dalam bentuk apa pun. Melayani itu berarti mengabdi. Presiden adalah abdi rakyat, dan rakyat adalah majikan presiden.

Kriteria kelima. Presiden harus merupakan sosok yang berhati lapang untuk menerima kritik, nasihat, masukan, dan juga kecaman sekalipun demi perbaikan kinerja. Sebaliknya, segala sanjung puji jangan sampai membuat presiden besar kepala dan lupa diri. Sosok presiden harus berada pada titik keseimbangan antara kritik dan pujian.

Kriteria keenam. Presiden harus memiliki hikmat dalam memilih para menteri dan segenap asisten maupun ajudan—yang yang notabene merupakan pembantu presiden dalam melaksanakan tugas kepresidenan. Para pembantu ini haruslah memiliki motivasi yang benar dan jujur dalam melaksanakan tugasnya. Secemerlang apa pun pikiran dan gagasan seorang presiden, ia harus memperoleh masukan yang benar, bukan informasi yang telah dimanipulasi.

Kriteria ketujuh. Presiden itu harus mampu mendekati rakyat dan bersedia didekati rakyat. Yang disebut rakyat adalah seluruh golongan dan lapisan masyarakat Indonesia, bukan kelompok tertentu saja. Karenanya, presiden harus memiliki sejumlah nomor telepon atau hotline yang mudah dihubungi oleh masyarakat yang membutuhkan pertolongan. Tentu saja, hal ini hanya dipergunakan untuk kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Untuk itu, presiden perlu dibantu oleh sejumlah tenaga asisten yang andal dan mendedikasikan dirinya untuk menolong rakyat.

Kriteria kedelapan. Kriteria pemungkas ini merupakan kriteria yang intangible, karena menyangkut relasi antara presiden dan Tuhan—Sang Pemberi Amanah. Presiden haruslah sosok yang menaruh rasa gentar kepada Tuhan. Mengapa? Karena insan yang gentar kepada Tuhan itu menyenangi jalan yang lurus, terang, dan benar. Merupakan insan yang menjauhi segala kejahatan dan hal-hal yang melanggar hukum serta undang-undang. Rasa gentar ini harus ada meskipun tak ada orang yang mengawasi pekerjaannya, karena sosok yang bersangkutan menyadari adanya Sang Mahahadir yang selalu memperhatikannya. Dengan demikian, kendati memegang kekuasaan tertinggi sebuah negara, presiden tak akan berani menyalahgunakan jabatan dan kekuasaannya.

Mengingat sistem konstitusi kita itu mengatur bahwa sosok presiden harus diusung oleh partai pendukung, penulis menitip wanti-wanti dengan mengutip pesan heroik dari mendiang Presiden John F. Kennedy yang perlu dicamkan, bahwa kepentingan negara itu berada di atas kepentingan partai: kesetiaan kepada partai berakhir ketika kesetiaan kepada negara dimulai.

Mengayomi dan melindungi

Meskipun terdengar suara-suara yang mengatakan bahwa Indonesia Emas 2045 itu masih jauh dari sekarang, kita tak perlu menghiraukannya. Mengapa? Karena penyiapan pemimpin masa depan itu memerlukan waktu puluhan tahun dan tenaga serta biaya yang tidak sedikit.

Pemimpin yang kita idamkan adalah sosok yang benar-benar berjiwa pemimpin – mampu mengayomi dan melindungi seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu. Bukan sosok yang bersifat penguasa, yang hanya ingin melampiaskan hasratnya untuk menguasai dan memperalat seluruh rakyat serta kekayaan alam guna kepentingan pribadi atau golongan.

Jika kita hanya berpikiran ”nanti-nanti saja” untuk menentukan sosok pemimpin Indonesia Emas 2045, kita bisa jatuh pada pemilihan pemimpin yang tidak berkompeten. Berkah peluang emas bonus demografi terlewatkan begitu saja, sehingga kita tertinggal jauh dari negara-negara lain.

Tentu saja, kita tak mau peristiwa semacam ini menimpa bangsa kita, bukan? Karenanya, kita perlu menyiapkan sumber daya manusia yang andal – terutama pemuda – sejak dini. Melalui pendidikan. Dan sekaranglah saatnya!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya