is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Kenapa Kelelawar Vampir Bermigrasi Lebih Jauh ke Kawasan Utara?

Iptek | 2024-03-28 19:06:31
Kelelawar vampir. Foto: Sherri and Brock Fenton/AAAS/AP via phys.org.

AKIBAT perubahan iklim, kelelawar vampir bermigrasi lebih jauh ke kawasan utara untuk mencari lingkungan yang lebih stabil. Hewan ini kemungkinan dapat membawa rabies ke wilayah Amerika Serikat. Demikian menurut sebuah penelitian yang diterbitkan baru-baru ini.

Penelitian lapangan yang dilakukan tim Virginia Tech, yang hasilnya dipublikasikan di jurnal Ecography, memprediksi kelelawar vampir, yang saat ini hidup di Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan, dapat mencapai Amerika Serikat dalam tempo 27 tahun ke depan.

Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa patogen yang dapat ditularkan oleh kelelawar, termasuk kelelawar vampir, merupakan ancaman bagi kesehatan global dan dalam sejarahnya memiliki dampak besar terhadap morbiditas dan mortalitas manusia. Contohnya, kata penelitian itu, yakni penyakit macam rabies, ensefalitis virus Nipah, dan sindrom pernapasan akut yang parah, atau SARS.

"Apa yang kami temukan adalah bahwa distribusi kelelawar vampir telah bergerak ke kawasan utara dari waktu ke waktu lantaran perubahan iklim di masa silam, yang berhubungan dengan peningkatan kasus rabies di banyak negara Amerika Latin," kata Paige Van de Vuurst, mahasiswa Ph.D di Program Pascasarjana Biologi Translasi, Kedokteran dan Kesehatan di Virginia Tech yang juga ketua tim peneliti, lewat sebuah siaran pers yang ditayangkan di EureKalert.

Penelitian ini menghubungkan migrasi kelelawar vampir ke kawasan utara dengan variasi suhu pada musim terdingin dan terhangat. Ketika kelelawar mencari daerah yang lebih stabil dan beriklim sedang, lokasi mereka yang meluas telah menyebabkan penyebaran rabies – yang masih dianggap sebagai patogen tertua yang dikenal manusia dan berasal dari 3.000 tahun yang lalu – dan terkait dengan tingkat kematian yang tinggi.

Tim peneliti di lapangan melacak kelelawar vampir di Kolombia, yang memiliki jumlah kelelawar tertinggi, di mana rabies yang merajalela telah membunuh hewan ternak.

Para peneliti melacak kelelawar ini di hutan yang panas dan lembab, serta di Pegunungan Andes yang dingin dan berawan untuk melihat bagaimana perubahan iklim berdampak pada munculnya penyakit yang ditularkan oleh kelelawar, termasuk kelelawar vampir.

"Kolombia adalah negara yang sangat beragam, menjadikannya laboratorium alam yang sempurna," kata Luis Escobar, asisten profesor di Departemen Konservasi Ikan dan Satwa Liar di Sekolah Tinggi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, yang turut menjadi salah satu anggota tim peneliti.

Berkolaborasi dengan tiga universitas lokal – Universitas La Salle, Universidad Distrital, dan Universidad del Tolima – tim peneliti melakukan perjalanan ke seluruh Kolombia untuk mengumpulkan lebih dari 70 sampel spesies kelelawar. Ini memungkinkan tim peneliti untuk mendapatkan berbagai sampel dan mengamati bagaimana perubahan iklim dapat mengubah kemunculan penyakit pada kelelawar.

Tim peneliti juga menjelajahi tempat-tempat di Kolombia yang sebelumnya tertutup bagi para ilmuwan, termasuk Chaparral, sebuah kota di wilayah Tolima.

Penelitian yang dilakukan tim Virginia Tech itu berusaha mengatasi kesenjangan pengetahuan yang membatasi pemahaman tentang penyebaran rabies dan penularannya dari hewan liar ke manusia.

Adapun tujuan utama penelitian ini mencakup tiga hal. Pertama, menentukan peran habitat dan mutasi virus pada penularan rabies ke manusia dan hewan ternak di seluruh Amerika Latin. Kedua, mengidentifikasi pengaruh perubahan keanekaragaman hayati terhadap limpahan virus rabies. Dan ketiga, menyelidiki faktor geografis dan lingkungan yang mempengaruhi penyebaran virus rabies yang ditularkan oleh kelelawar, termasuk pula oleh kelelawar vampir .

Hanya memakan darah

Kelelawar vampir masuk dalam kategori hewan sanguivora. Hewan ini adalah satu-satunya mamalia yang hanya memakan darah. Mangsa kelelawar vampir adalah hewan ternak, mamalia liar, dan burung.

Dari 1.300 spesies kelelawar di dunia, hanya tiga spesies yang masuk kategori kelelawar vampir. Mereka adalah kelelawar vampir biasa (Desmodus rotundus), kelelawar vampir sayap putih (Diaemus youngi), dan kelelawar vampir kaki berbulu (Diphylla ecaudata).

Kelelawar vampir pertama kali dideskripsikan secara resmi dalam literatur ilmiah pada tahun 1810 dan didokumentasikan oleh Darwin pada tahun 1839.

Munculnya novel bertajuk Dracula karya Bram Stoker, pada tahun 1897, telah mengukuhkan hubungan antara vampir dan kelelawar dalam tradisi horor Barat.

Menurut Gerald Carter, ilmuwan kelelawar vampir dari Smithsonian's Tropical Research Institute, sebagaimana dikutip pbs.org, sebuah protein bernama draculin dalam air liur kelelawar vampir bertindak sebagai antikoagulan yang mencegah darah mangsa membeku dan menutup luka.

Protein serupa telah ditemukan pula pada lintah dan serangga penghisap darah seperti nyamuk. Carter menjelaskan bahwa draculin telah ditargetkan sebagai bahan potensial untuk pengobatan pasien stroke.***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya