is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Henda Alpajar

Konsep Jual Beli dalam Fiqih Muamalah

Bisnis | 2022-01-15 16:04:01

Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati.

Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli. Sehingga, bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi, berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat. Karena, dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa berpaling untuk meninggalkan akad ini. Dari akad jual beli ini, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer), kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan tersier.

Kehidupan Muamalah
Kehidupan bermuamalah memberikan gambaran mengenai kebijakan perekonomian. Banyak dalam kehidupan sehari-hari masyarakat memenuhi kehidupannya dengan cara berbisnis. Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya untuk mendapatkan laba.

Suatu akad jual beli dikatakan sebagai jual beli yang sah apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat sah yang ditentukan, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar. Sebaliknya jual beli dikatakan batal apabila salah satu rukun atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi.

Atau jual beli itu pada dasarnya tidak disyariatkan. Seperti jual beli yang dilakukan anak kecil, orang gila, atau barang yang dijual itu barang-barang yang diharamkan oleh syara’ seperti bangkai, darah, babi, dan khamar.

Akan tetapi, dewasa ini, masyarakat melakukan transaksi jual beli dengan menghalalkan segala cara hanya untuk meraup keuntungan yang besar tanpa memperhatikan apakah transaksi jual beli yang diakukannya sudah sesuai apa yang telah disyariatkan atau tidak.

Penambangan emas secara tradisional bisa terlaksana jika ada kesepakatan kerjasama antara donatur dan kuli. Investor yang memiliki dana untuk membiayi semua kegiatan yang dilakukan oleh kuli dan konsumsi pada saat menggali lubang, kuli biasanya berjumlah sepuluh orang atau lebih. Perjanjian kerjasamanya adalah bagi hasil berupa batuan yang mengandung emas, untuk investor 40% dan untuk para kuli 60% jika galian dilakukan ditanah milik pemerintah dan untuk investor 60%, para kuli 40% jika galian yang dilakukan ditanah milik pribadi. Kegiatan menggali lubang ini memakan waktu 10 hari atau lebih dan dikedalaman kurang lebih 10 meter sampai ditemukannya batuan yang mengandung emas.

Kerjasama antara investor dan kuli berakhir pada saat lubang galian mas yang dikerjakan berhasil. Kemudian, investor menjual kembali lubang galian emas tersebut kepada investor lain yang akan menambang emas di lubang galian emas tersebut. Biasanya jika biaya yang sebelumnya dikeluarkan adalah Rp 10.000.000, lubang galian itu akan dijual seharga Rp.15.000.000. Jual beli lubang galian emas tersebut dilaksanakan di tanah milik pemerintah dan di tanah milik pribadi. Dalam pelaksanaan jual beli lubang galian emas yang dilakukan oleh, nampak adanya unsur ketidakpastian hasil. Karena, tidak semua lubang galian yang diperjualbelikan memiliki emas.

Ditinjau dari hukum Islam, pada dasarnya praktek jual beli lubang alian yang mengandung emas itu diperbolehkan selama tidak ada pihak-pihak yang dirugikan. Namun dilihat dari kasus diatas, praktek jual beli tersebut adanya unsur kesamaran atau ketidakjelasan barang atau hasil yang ada di dalam lubang galian tersebut, sehingga tidak diketahui secara pasti kadar emas yang terkandung di dalamnya. Maka dalam hal ini, jual beli lubang galian emas tersebut dapat mengakibatkan salah satu pihak merasa dirugikan, baik penjual maupun pembeli yang pada akhirnya menimbulkan ketidakridhoan dari salah satu pihak.

Pada dasarnya suatu akad jual beli dikatakan sebagai jual beli yang sah apabila jual beli itu disyariatkan, yaitu memenuhi rukun dan syarat sah jual beli. Jual beli tidak boleh mengandung tipu daya yang merugikan salah satu pihak karena barang yang diperjual belikan tidak dapat dipastikan adanya, atau tidak dapat dipastikan jumlah dan ukurannya.

Hukum muamalah dalam Islam mempunyai prinsip-prinsip yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Pada dasarnya segala bentuk mu’amalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh al-Quran dan sunnah rasul.

b. Muamalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengandung unsur-unsur paksaan.

c. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan madharat dalam hidup masyarakat.

d. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan,menghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalam kesempitan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya