is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ferliyadi

Menelusuri Sastra Anak

Curhat | 2024-02-12 17:00:17
Ferliyadi Utama, Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Pamulang

a. Pengertian Sastra Anak

Istilah sastra anak telah lama dikenal masyarakat, namun pemahamannya masih sempit. Sastra anak pada dasarnya adalah bentuk sastra yang ditujukan untuk anak-anak, dengan fokus utama pada perkembangan mereka. Sastra anak dapat mengungkapkan perasaan, pengalaman, dan pemikiran anak-anak. Sastra anak juga dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan bahasa, imajinasi, dan kreativitas mereka.

Kurniawan (dalam Munaris, 2020:1) mengemukakan bahwa sastra anak merupakan sebuah karya sastra yang ceritanya berkolerasi dengan dunia anak-anak dan bahasa yang digunakan sesuai dengan perkembangan intelektual, dan emosional anak. Luthfiyanti and Nisa (2017:276) menyatakan bahwa sastra anak berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak, serta menuntun kecerdasan emosi anak.

Berdasarkan definisi tersebut, sastra anak adalah karya sastra yang ditujukan khusus untuk anak-anak, menghadirkan cerita yang sesuai dengan realitas mereka, dan menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional. Fungsi sastra anak tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan yang membentuk kepribadian serta membimbing perkembangan kecerdasan emosional anak.

b. Ciri-ciri Sastra Anak

Riris K. Toha – Sarumpaet (dalam Munaris, 2020:2) menyatakan bahwa terdapat tiga karakteristik yang membedakan sastra anak dari sastra yang ditujukan untuk orang dewasa. Tiga atribut perbedaan tersebut melibatkan:

1) Unsur pantangan: merujuk pada elemen-elemen yang secara spesifik terkait dengan tema dan pesan moral suatu karya sastra. Secara umum, dapat dijelaskan bahwa sastra anak menghindari atau melarang penanganan isu-isu yang berkaitan dengan aspek-aspek seperti seks, cinta yang bersifat erotis, dendam yang memicu kebencian, tindakan kekejaman, prasangka buruk, perilaku curang yang jahat, dan permasalahan yang berkaitan dengan kematian.

2) Penyajian dengan gaya secara langsung: merujuk pada cara cerita disajikan dengan deskripsi yang singkat dan langsung mengarah pada tujuannya, menonjolkan dinamika peristiwa, serta menjelaskan sebab-sebab dengan jelas.

3) Fungsi terapan: Fungsi terapan sastra anak adalah fungsi yang memberikan manfaat praktis bagi anak-anak, baik dalam hal pengetahuan umum, keterampilan khusus, maupun pertumbuhan anak. Manfaat praktis tersebut dapat ditunjukkan oleh unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada karya sastra anak itu sendiri.

c. Sifat Sastra Anak

Menurut Davis sebagaimana dikutip oleh Endaswara (dalam Luthfiyanti and Nisa, 2017:276) terdapat empat sifat sastra anak, yakni:

1) Tradisional, yaitu tumbuh dari lapisan rakyat sejak zaman dahulu dalam bentuk mitologi, fabel, dongeng, legenda, dan kisah kepahlawanan yang romantis.

2) Idealistis, yaitu sastra yang memuat nilai-nilai universal, dalam arti didasarkan hal-hal terbaik penulis zaman dahulu dan kini.

3) Populer, yaitu sastra yang berisi hiburan, yang menyenangkan anak-anak.

4) Teoritis, yaitu yang dikonsumsikan kepada anak-anak dengan bimbingan orang dewasa serta penulisnya dikerjakan oleh orang dewasa pula.

d. Tujuan Sastra Anak

Menurut Luthfiyanti and Nisa (2017:277) sebagai bacaan yang dikonsumsi anak, sastra anak diyakini mempunyai kontribusi yang tidak sedikit bagi perkembangan kepribadian anak dalam proses menuju arah kedewasaan yang memiliki jati diri yang jelas. Maka dapat diartikan bahwa tujuan dari sastra anak adalah memberikan kontribusi signifikan terhadap perkembangan kepribadian anak selama proses perjalanan menuju kedewasaan, di mana identitasnya dapat terdefinisi dengan jelas.

e. Manfaat Sastra Anak

Menurut Luthfiyanti and Nisa (2017:277) menyatakan bahwa bacaan sastra anak dapat dimanfaatkan untuk:

1) Mengembangkan daya imajinasi: membaca karya sastra anak dapat merangsang daya imajinasi anak dengan mengajak mereka untuk membayangkan dunia fiksi. Hal ini dapat mendukung pengembangan kreativitas dan kemampuan berpikir kreatif anak.

2) Pemahaman perbedaan bentuk, warna, jumlah, dan ukuran: membaca sastra anak dapat mendukung pemahaman anak-anak mengenai perbedaan bentuk, warna, jumlah, dan ukuran dengan menyajikan gambaran yang terperinci tentang aspek-aspek tersebut.

3) Membangkitkan pemahaman tentang benda atau kenyataan tertentu: membaca sastra anak dapat memberikan bantuan kepada anak-anak dalam memahami objek atau realitas tertentu dengan menyajikan informasi yang tepat dan mudah dimengerti. Anak-anak dapat memperoleh pengetahuan tentang berbagai topik, seperti budaya, sejarah, dan sains, melalui narasi sastra anak.

4) Membangkitkan kesadaran tentang kesehatan, kebersihan, bersikap pada orang lain dengan acuan- acuan yang bersifat konkret: bacaan sastra anak dapat digunakan sebagai alat untuk membimbing anak-anak dalam memahami nilai-nilai seperti kesehatan, kebersihan, dan sikap terhadap orang lain dengan menyediakan contoh-contoh konkret dalam cerita yang mereka baca.

f. Genre Sastra Anak

Menurut Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2004:110), genre menunjuk pada pengertian tipe atau kategori pengelompokan karya sastra yang biasanya berdasarkan style, bentuk, atau isi. Oleh karena itu, pembicaraan tentang genre sastra anak dapat dianalogikan dengan pembicaraan tentang genre sastra secara umum. Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan pembicaraan tersebut menjadi tiga bentuk, yaitu puisi, prosa, dan drama:

1) Puisi: dapat analogikan sebagai sebuah melodi tanpa notasi. Sebagai suatu bentuk karya sastra, puisi menonjolkan sifatnya yang paling imajinatif dan mendalam, menggambarkan dengan cermat alam sekitar, diri sendiri, dan hubungan antara manusia dengan Tuhan yang Maha Kuasa. Puisi mempersembahkan irama yang indah, singkat, dan tepat dalam menyentuh perasaan, memberikan kegembiraan tersendiri. Bahasa dalam puisi bersifat padat dan singkat, menciptakan suatu bentuk ekspresi, deskripsi, protes, atau narasi. Puisi dapat dikelompokkan ke dalam berbagai ragam berikut (1) puisi naratif, (2) puisi lirik, (3) Puisi deskriptif, (4) puisi fisikal, (5) puisi platonic, (6) puisi metafisikal, (7) puisi subjektif, (8) puisi objektif, (9) puisi konkret, (10) puisi diafan, (11) puisi prismptis, (12) puisi parnasian, (13) puisi inspiratif, (14) puisi pamphlet, (15) puisi demonstrasi, dan (16) puisi alegori. Adapun jenis-jenis puisi:

a) Puisi Lama, diantaranya: Pantun, Gurindam, dan Syair

b) Puisi Baru diantaranya: Balada, Hymne, Ole, Epigram, Elegi, Satire, Soneta, Terzina, Quatrain, Oktaf, Sektet.

c) Puisi Kontemporer, diantaranya: Mantra (Munaris, 2020:3-4).

2) Prosa merupakan bentuk karya sastra yang dikonstruksi melalui jalinan paragraf, bukan bait-bait puisi. Konstruksi ini melibatkan elemen-elemen seperti latar, waktu, suasana, peristiwa, alur, dan karakter, berdasarkan tema cerita yang diimajinasikan. Prosa secara umum dikategorikan ke dalam dua kelompok: prosa lama dan prosa baru. Pembahasan lebih lanjut mengenai kedua kategori prosa ini akan disajikan pada bagian berikut:

a) Prosa Lama, contohnya: Dongeng, Hikayat.

b) Prosa Baru, contohnya: Cerita Pendek (Munaris, 2020:4)

3) Drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton (Winarni dalam Munaris, 2020:4). Oleh karena itu, drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang berfungsi sebagai sarana pengungkapan gagasan atau perasaan melalui percakapan antar tokoh dan adegan-adegan yang bertujuan untuk dipentaskan.

Pada puisi, pembacaan bersifat monolog, berbeda dengan drama yang menonjolkan dialog antar karakter. Perbedaan dengan prosa terletak pada cangkokan dan perubahan dari dialog ke monolog.

g. Penggolongan Sastra Anak Berdasarkan Perkembangan Simbolik

Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Jerome Bruner, sastra anak dapat dikategorikan ke dalam beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan pemahaman simbolik anak. Tahapan tersebut meliputi fase enaktif di mana anak belum memahami simbol, fase ikonik di mana anak mulai memahami simbol sederhana, dan fase simbolik di mana anak sudah mampu memahami simbol-simbol kompleks dan abstrak (Krissandi, 2021:27). Dengan memetakan tahapan perkembangan simbolik menurut Bruner tersebut, karya sastra anak dapat diklasifikasi dan dibuat agar lebih sesuai dengan kemampuan kognitif dan tahap pemahaman simbolik anak pada rentang usia perkembangannya. Berikut ini tahapan-tahapan simbolisnya:

1) Simbolis awal (0-7 tahun): Karya sastra yang relevan dengan fase ini adalah karya sastra yang memperkenalkan simbol-simbol, yang meliputi pengenalan terhadap huruf dan angka (Krissandi, 2021:29). Contoh: “Buku Mewarnai ABC”. Dalam buku ini, setiap halaman memperkenalkan huruf-huruf abjad dan angka dengan cara yang kreatif, sering kali disertai dengan ilustrasi yang menarik dan warna yang cerah.

2) Simbolis menengah (7-11 tahun) : Karya sastra yang relevan dengan fase ini adalah karya sastra yang memiliki tujuan untuk menyatukan ekspresi lisan dengan representasi tulisan sebagai simbol. Hal ini sejalan dengan peningkatan kosakata anak pada tahap ini, di mana mereka telah mengembangkan keterampilan berbahasa (Krissandi, 2021:33-34). Contoh: Misalnya, buku cerita bergambar seperti "Si Kancil dan Buaya" yang menyajikan narasi cerita melalui kata-kata dan ilustrasi dapat membantu anak menghubungkan antara apa yang mereka dengar saat cerita dibacakan dengan apa yang mereka lihat dalam gambar, sehingga membentuk pemahaman simbolis tentang cerita yang disampaikan.

3) Simbolis akhir (11-15 tahun): Karya sastra yang sesuai dengan tahap ini adalah karya sastra yang bertujuan untuk memperkenalkan pemahaman makna yang kompleks dan bersifat konotatif sebagai sumber informasi. Hal ini dipertimbangkan karena anak-anak pada tahap ini telah mulai membaca simbol-simbol dari yang konkret hingga abstrak (Krissandi, 2021:35). Contoh: "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata adalah sebuah novel yang mengisahkan perjalanan hidup sekelompok anak di Belitung yang berjuang untuk mendapatkan pendidikan di tengah keterbatasan sosial dan ekonomi. Cerita ini melibatkan banyak simbol dan metafora yang menggambarkan perjalanan hidup, nilai persahabatan, dan semangat juang. Dengan latar belakang yang autentik dan karakter yang kuat, novel ini dapat menjadi pilihan yang baik untuk anak-anak dalam rentang usia 11-15 tahun untuk memahami nilai-nilai kehidupan, keberanian, dan pentingnya pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Munaris, M. (2020). Sastra Anak Sebagai Sarana Pendidikan Karakter di Sekolah. Jurnal Kata, 8(1).

Luthfiyanti, L., & Nisa, F. (2017). Peran Sastra dalam Pengembangan Kepribadian Anak. STILISTIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 2(2).

Nurgiyantoro, B. (2004). Sastra anak: persoalan genre. Humaniora, 16(2), 107-122

Krissandi, A. D. S. (2021). Sastra Anak Indonesia. Sanata Dharma University Press.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya