is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Putri Hanifah, CHt., C.NNLP

Haruskah Kita Belajar Bahasa Arab?

Agama | 2022-01-08 20:18:35

Berbicara tentang bahasa berarti berbicara tentang media untuk menghantarkan pesan agar mudah dipahami. Menurut Syaikh Aiman Amin Abdul Ghani dalam bukunya An-Nahwu Al Kafi bahasa merupakan sarana untuk saling memahami di antara manusia dan media pengungkapan makna dalam benak”

Bukan hanya memahami pesan manusia yang membutuhkan bahasa, memahami pesan Allah juga membutuhkan bahasa. Bagaimana caranya membuktikan bahwa Alquran merupakan pesan cinta yang Allah berikan untuk manusia di dunia? Setidaknya terdapat tiga kemungkinan darimana Alquran berasal: Pertama, karangan bangsa Arab. Kemungkinan pertama dapat dibantahkan, hal ini dikarenakan tidak ada satu orang Arab pun yang dapat membuat satu ayat Alquran yang semisal. Beberapa kali Allah menantang siapapun lewat beberapa firman-Nya : “Dan jika kamu tetap dalam keraguan tentang Alquran yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat saja yang semisal Alquran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar” (QS. Al Baqarah: 23)

Terdapat tantangan serupa pada dua surat lain yang berbunyi Katakanlah “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Alquran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain” (QS. Al Isra: 88); “Maka datangkanlah 10 surat seumpamanya dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”(QS. Huud:13)

Kemungkinan yang kedua Alquran merupakan perkataan Rasulullah SAW, hal ini juga terbantahkan. Karena Rasulullah juga bagian dari orang Arab yang tidak bisa membuat ayat Alquran semisal. Meskipun Rasulullah juga menyapaikan hadis, lagipula hadis yang beliau sampaikan gaya bahasanya sangat berbeda dengan gaya bahasa Alquran. Ditambah lagi beliau juga ummi. Sehingga kemungkinan kedua ini dapat ditolak dengan tegas juga.

Oleh karena itu jika kemungkinan pertama dan kedua terbantahkan, tersisa kemungkinan ketiga yang merupakan kemungkinan yang rasional bahwa Alquran datangnya dari Allah SWT. Dia memilihkan bahasa Arab sebagai bahasa yang digunakan untuk menghantarkan pesan cinta untuk manusia bukan tanpa sebab. Allah menyebutkan bahasa Arab dengan bahasa yang Al-Mubin yakni bahasa yang bisa menjelaskan “Alquran itu turun dengan bahasa Arab yang mubin”(QS. Asy-Syu’ara: 195)

Setiap kata pada Alquran memiliki makna yang indah dan penuh hikmah, sehingga menjadi PR bagi manusia jika ingin memahami pesan cinta apa yang Allah sampaikan, satu-satunya jalan adalah menguasai bahasa Arab. Banyak sekali istilah-istilah Islam hari ini yang jauh dari makna aslinya, seperti makna jihad, qishash, rajam hari ini didefinisikan oleh barat sebagai sesuatu yang menakutkan dan radikal. Lagi-lagi salah satu alasannya karena kaum muslimin tidak memahami bahasa Arab, akhirnya mereka terkena propaganda barat, dan mengaamiini bahwa istilah-istilah tersebut berbahaya. Aduhai dzalim sekali

Tidak hanya berhenti sampai disitu, lemahnya ghirah kaum muslimin dalam memelajari bahasa Arab menyebabkan kaum muslimin memaknai ayat dakwah yang awalnya kewajiban setiap diri, menjadi bergeser dakwah adalah tugas Ustaz saja. Akhirnya kondisi gempuran food, fun, fashion, freedom, film berkolaborasi dengan terabaikannya tugas dakwah menyebabkan kemungkaran semakin merajalela. Maka jangan heran jika zina, riba dan berbagai kemaksiatan menjamur dari Aceh hingga Papua.

Ditinggalkannya bahasa Arab, terlebih dipisahkannya bahasa Arab sebagai ilmu alat untuk memahami Islam dan membedah dalil untuk menyolusikan problematika masyarakat menjadi nihil, akhirnya masyarakat menyolusikan masalahnya pada solusi yang lain, padahal faktanya kita melihat sendiri bagaimana kondisi masyarakat ketika menggunakan solusi lain, kian rusak bahkan merusak.

2021 kemarin, kita menyaksikan betapa perdebatan tentang akar masalah kekerasan seksual kian alot, harga-harga melambung tinggi, bencana tidak terantisipasi dengan baik, kesehatan menjadi sesuatu yang dibisniskan PCR misalnya, hutang negara semakin banyak, ulama banyak yang dipersekusi, korban Covid-19 pada gelombang kedua mencapai angka terbesar, dua menteri di negeri ini menjadi bagian dari pandora papers, problem kemiskinan yang tidak kunjung usai dll.

Seharusnya jika penyolusian masalah tepat, normalnya masalah akan semakin berkurang, sayangnya tidak. Jelas berarti kaidahnya, jika kaum muslimin meninggalkan agamanya maka ia akan menjadi kaum yang terbelakang, karena kaum muslimin dimuliakan karena Islam itu sendiri. Jika kaum muslimin meninggalkan Islam, maka ia akan menjadi terbelakang, bukan menjadi umat yang terbaik. Berkutat pada masalah teknis tanpa menyolusikan akar masalah dengan solusi yang benar hanya akan menyisakan masalah demi masalah yang tak pernah usai.

Sehingga jika permasalahan ini selesai, maka kita harus menyelesaikan akar masalahnya yakni sekulerisme, yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, sehingga hari ini belajar bahasa Arab ya belajar bahasa Arab saja, karisma bahasa Arab dipisahkan dengan Islam, yang ada pembelajaran bahasa Arab hanya menjadi momok menakutkan pada madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah hingga aliyah. Sekulerisme hanya akan menjadikan kaum muslimin menjadi umat yang terbelakang.

Oleh karena itu jika kita ingin mencapai kemuliaan kembali satu-satunya jalan yaitu menerapkan Islam sampai tataran negara agar dapat menjadi kekuatan besar yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Dalam sejarah peradaban besar, ketika Islam menaklukkan suatu bangsa, bangsa tersebut terpercik berkah, menjadi bangsa yang maju dan berperadaban. Maka mari menjadi bagian yang memperjuangkan kembali tegaknya kemuliaan itu dimulai dari belajar bahasa Arab!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya