is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Ini Hanya Secuil Satire dari Abu Nawas yang Penting Asal Bapak Senang, Kita Tahu Sama Tahu

Eduaksi | 2021-12-26 21:34:55

ENTAH apa yang melatarbelakangi pihak istana mengadakan sayembara aneh. Dalam kalimat terakhir pengumumannya tertera kalimat “Barangsiapa yang bisa menjawab pertanyaan dengan benar, ia akan diberi hadiah oleh Khalifah. Namun, jika jawabannya salah, bersiap-siaplah untuk mendapatkan hukuman dari Khalifah.”

Sontak saja karena keanehan pengumuman sayembara ini, tak ada seorang pun yang berminat mendaftarkan diri. Berkali-kali pengumuman itu disebarkan, tetap tak ada orang yang mau mendaftarkan diri.

Menjelang akhir penutupan pendaftaran, Abu Nawas memberanikan diri mendaftar menjadi peserta. Ia yakin sekali akan memenangkan sayembara tersebut. Meskipun beberapa orang menyarankan untuk tidak mengikutinya, ia tetap nekad untuk mengikutinya.

Dengan berpakaian lusuh dan peci kumal ia datang kepada panitia sayembara di istana. Sebelum sampai ke dalam istana, ia sudah diberhentikan para penjaga. Ia disarankan untuk kembali dan mengganti bajunya terlebih dahulu, tapi ia menolak. Akhirnya para penjaga mempersilakan masuk setelah mendapatkan izin dari Khalifah Harun al Rasyid.

“Mengapa kamu tidak mau mengganti baju dan pecimu yang kumal dan bau apek ini?” Tanya Khalifah

“Ini peci wasiat dari ayahku. Kemanapun pergi aku harus memakai baju lusuh dan peci kumal ini, malahan peci kumalku ini sangat ajaib. Melalui peci kumal ini aku bisa melihat surga dan neraka.” Jawab Abu Nawas.

Alih-alih mendapatkan pertanyaan sayembara, ia malah membahas baju lusuh dan peci kumal. Sang Khalifah terpancing. Ia penasaran dengan penjelasan Abu Nawas mengenai baju lusuh dan keajaiban peci kumalnya.

“Benarkah melalui peci kumalmu ini surga dan neraka bisa terlihat? Tanya sang Khalifah.

“Kalau tuan Khalifah mau, boleh membuktikannya.” Jawab Abu Nawas memberikan tawaran.

Sebenarnya, sang Khalifah ingin membuktikannya sendiri. Namun karena merasa risih dan jijik, ia menyuruh tiga orang menteri terlebih dahulu untuk membuktikannya secara bergantian.

Menteri pertama mencoba melihatnya ke dalam peci kumal Abu Nawas. Ia tak melihat apa-apa selain mencium bau apek dan bau keringat yang menyengat. Beberapa kali ia menahan batuk dan mau muntah. Meskipun demikian, ia berkata kepada sang Khalifah, “Aku melihat sorga yang sangat indah.”

Sang Khalifah merasa penasaran, kemudian ia menyuruh menteri yang kedua. Jawabannya pun sama seperti menteri yang pertama. Sang Khalifah semakin penasaran, ia menyuruh menteri yang ketiga, ternyata jawabannya sama seperti para menteri sebelumnya.

Mendengar jawaban yang sama dari ketiga menterinya, meskipun terpaksa sang Khalifah melihat ke dalam peci ajaib Abu Nawas. Ia tak melihat apa-apa, selain hanya mendapatkan bau apek dan bau keringat yang menyengat. Sang Khalifah muntah, tak kuat dengan aroma bau peci kumal Abu Nawas.

“Aku tak melihat apa-apa. Kamu bohong, Abu Nawas! Kamu harus dihukum.” Kata sang Khalifah marah-marah sambil batuk-batuk dan beberapa kali meludah karena mual menghirup baunya peci kumal Abu Nawas.

Melihat sang Khalifah marah-marah, Abu Nawas tak menunjukkan rasa takut. Ia nampak tenang. Kemudian ia berbicara, “Aku tak bohong, Tuan Khalifah. Justru yang berbohong itu menteri-menteri yang Tuan Khalifah suruh untuk melihat sorga dan neraka melalui peci kumalku ini. Mereka sebenarnya tidak melihat sorga dan neraka di peci kumalku, dan mustahil sekali sorga dan neraka bisa terlihat melalui peci kumalku ini. Mereka takut menjawab jujur, karena takut akan membuat Anda tidak senang, dan takut Tuan Khalifah pecat.”

“Jika mereka menjawab tidak melihat apa-apa, mereka pun merasa takut dituduh tidak jujur, akhirnya mereka akan kehilangan jabatan dan mendapatkan hukuman. Nah, jangan-jangan para menteri Tuan Khalifah ini adalah orang-orang yang biasa berdusta. Masalah kecil seperti ini saja didustakan, apalagi jika masalahnya besar. Jangan-jangan mereka terbiasa memalsukan keadaan yang sebenarnya atau terbiasa melakukan manipulasi data. Laporan yang dibuatnya bersifat ABS (Asal Bapak Senang).” Lanjut Abu Nawas.

Sang Khalifah terhentak dengan jawaban Abu Nawas yang polos. Ia menjadikan jawaban polos Abu Nawas sebagai pendorong untuk melakukan investigasi.

Benar saja, setelah dilakukan investigasi mendalam, para menteri dan para pembantunya selalu melakukan tindakan ABS. Selalu dibuat-buat dan dikerjakan secara mendadak, segalanya serba beres ketika sang Khalifah akan melakukan pemeriksaan. Setelah pemeriksaan berlalu, keadaannya kembali kepada keadaan semula, tak seperti ketika diperiksa sang Khalifah.

Abu Nawas dipanggil kembali ke istana. Kali ini, ia berpakaian rapi dan harum. Ia mendapatkan penghargaan dari sang Khalifah, karena dengan peci kumalnya, ia telah mampu mebongkar kebohongan para menteri dan para pembantu Khalifah lainnya.

Dalam kehidupan nyata kita sering mendapatkan persis seperti kisah satire Abu Nawas. Kita sering mendengar berita tentang sikap dibuat-buat atau kepura-puraan yang dilakukan seseorang atau organisasi, baik organisasi formal seperti pemerintahan maupun organisasi non formal/non pemerintahan. Seseorang atau organisasi sering melontarkan puja-puji kepada penguasa, majikan, atau atasan, tujuannya agar diri atau organisasinya terpakai, selalu dilirik, dan didengar, terutama oleh pihak-pihak yang memiliki pengaruh dan kekuasaan.

Kemungkinan besar beberapa pihak yang berpengaruh atau berkuasa sudah mengetahui kepura-puraan tersebut, dan ia pun menyadari kegiatan yang dilakukan dan disampaikan seseorang atau organisasi tersebut bersifat ABS (Asal Bapak Senang). Karenanya, jadilah TST (Tahu Sama Tahu).

Komentarnya paling-paling “jangan ribut dan dibikin ribet, yang penting seremonialnya fenomenal, diliput dan dilihat banyak orang, bisa mejeng di media massa, dan viral di media sosial.”

Ilustrasi : Karikatur Asal Bapak Senang (sumber gambar :proklamator.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya