is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image aqila nuha syaikhah

Mengenal Fenomena Bucin Lewat Kacamata Psikologi

Gaya Hidup | 2021-12-22 15:04:02

“ Cinta tak perlu pengorbanan. Saat kau mulai merasa berkorban, saat itu cintamu mulai pudar.” — Sujiwo Tejo

Mungkin kalimat tersebut merupakan kalimat sakti bagi para ‘bucin’ atau budak cinta. Bagi mereka, tidak ada yang namanya berkorban demi cinta. Karena dalam cinta, pengorbanan merupakan hal yang semestinya dilakukan,sampai sampai mereka sendiri tidak merasa berkorban akan hal tersebut. Namun apakah hal tersebut merupakan suatu hal yang benar? Dan sebetulnya, apa yang dimaksud dengan ‘bucin’ itu?

sumber : unsplash.com

Apa Itu 'bucin'?

Istilah ‘bucin’ pasti sudah sering kita jumpai dalam lingkungan kita. Bagi anak anak remaja, istilah ini sangat populer sampai sampai masuk ke dalam percakapan yang biasa digunakan sehari hari. Istilah bucin sendiri sebenarnya tidak tercantum dalam KBBI dan merupakan slang atau bahasa gaul. Biasanya orang disebut ‘bucin’ ketika mereka melibatkan pasangan dalam segala aktivitas mereka, atau ketika seseorang dianggap mengorbankan hal apapun yang bahkan diluar logika, demi pasangan mereka. Menurut ( Dwijayani, N., & Wilani, N, 2020) saat ini istilah 'bucin' menunjukkan pergerakan ke arah negatif, orang yang menyandang status bucin biasanya menunjukkan perilaku mencari,ingin disayangi,dicintai dan lain sebagainya namun dengan kadar yang berlebihan. Kebutuhan akan cinta dan kasih sayang merupakan hal yang normal dimiliki oleh tiap orang, namun hal ini akan menjadi suatu hal yang mengkhawatirkan jika seseorang berperilaku melampaui batas kewajaran.

sumber : unsplash.com

'Bucin' menurut psikolog

Dilansir dari kanal youtube Analisa Channel milik Analisa Widyaningrum yang merupakan seorang Psikolog Klinis mengatakan bahwa tahun 2005 ada seorang peneliti biological antropologis bernama Helen Fisher. Ia melakukan scan otak pada 2500 mahasiswanya lalu membandingkan apa yang terjadi saat mereka melihat foto orang yang spesial (disayangi dan dicintai) dan melihat orang lain yang mereka kenal. Hasil dari penelitian menunjukkan jika saat melihat foto orang yang spesial (disayangi dan dicintai) otak kita lebih banyak menghasilkan hormone dopamine atau dikenal juga sebagai happy hormone.

sumber : unsplash.com

Hormone dopamine sendiri merupakan hormon yang membuat kita menjadi penasaran tentang ide ide dan mendorong diri kita untuk menggali atau mencari tahu tentang suatu hal secara lebih mendalam. Selain jatuh cinta, hormon ini juga dihasilkan otak saat bermain games, menggunakan media sosial, membaca buku yang kita sukai,dan lain lain. Pada saat seseorang melakukan aktivitas yang menghasilkan hormone dopamine berlebih kemudian tidak melakukannya, akan membuat hormone dopamine berkurang dan orang tersebut tidak merasa nyaman karenanya. Inilah yang menyebabkan mengapa seseorang yang sedang jatuh cinta memliki perasaan ingin selalu bertemu dan berada di dekat pasangan mereka. Karena hormon ini membuat seseorang lebih merasa bergairah terhadap hidup.

Namun akan jadi suatu hal yang salah jika pusat dopamine atau kebahagiaan hanya berasal dari ‘dia’. yang berarti menjadikan pasangan sebagai pusat hidup dan menggantungkan hidup kita padanya. Dengan menggantungkan hidup pada satu satunya hubungan , kita tidak akan sadar bahwa dopamine ini bisa dihasilkan oleh hal hal lain selain bersama pasangan. Seperti contohnya fenomena 'bucin' ini, ketika seseorang sudah sangat menggantungkan hidupnya kepada pasangan dan menjadikannya sebagai pusat kebahagiaan, kemudian suatu saat pasangan mereka meninggalkan mereka, mereka akan terpuruk dan sulit untuk bangkit. Padahal ada banyak aktivitas positif lain yang dapat menghasilkan hormone dopamine dan membuat kita bahagia. Jadi, temukanlah hal yang membuat kamu bahagia dan mencintai dirimu sendiri tanpa menggantungkannya pada pasangan.

sumber : unsplash.com

Jatuh cinta atau merasakan cinta sebenarnya tidak salah, yang salah itu ketika kita mencintai dengan cara yang salah. Saat seseorang sudah berada pada level 'bucin', ia akan bersikap tidak peduli sekalipun ia tahu bahwa caranya dalam mencintai merupakan cara yang salah. Pada akhirnya akan memaksakan diri sendiri, pasangan, bahkan orang lain. Seperti contohnya meminta pasangan untuk menjauhi sahabat, teman atau bahkan keluarga demi pasangan, padahal ia belum tentu bisa memberikan kebahagiaan hidup yang utuh. Seharusnya, jika seseorang mencintai dengan tulus, maka ia akan mendukung pasangannya untuk memiliki relasi yang sehat dengan orang orang sekitarnya.

Sejatinya mencintai bukan sekedar ”kamu harus menghabiskan waktumu 24 jam untukku” tapi bagaimana ketika kamu bahagia 24 jam meskipun tanpa aku. Itulah cara mencintai yang benar dan menghasilkan dopamine yang tepat.

Tidak masalah menjadi 'bucin', karena 'bucin' pun membawa hal yang positif, tapi jadilah bucin yang mencintai dengan benar. Lalu bagaimana cara menjadi 'bucin' yang baik dan benar?

sumber : unsplash.com

3 cara menjadi 'bucin' yang baik dan benar

1. Jangan gantungkan kebahagiaan hanya kepada pasangan

sumber : unsplash.com

hidup ini tidak melulu soal cinta kepada pasangan. Ingat bahwa kita juga memiliki cinta cinta lain seperti cinta dari keluarga, sahabat, teman, dan lingkungan sekitar.

2. Saling menghargai kebebasan satu sama lain

sumber : unsplash.com

Jatuh cinta membuat seseorang ingin selalu berada di dekat pasangannya. Namun jika hal ini dilakukan secara berlebihan akan berdampak buruk bagi kesehatan suatu hubungan. Tiap tiap orang memiliki privasi satu sama lain. Begitu juga pasanganmu.

3. Jadilah pasangan yang suportif

sumber : unsplash.com

Saling menghargai dan menghormati merupakan kunci sebuah hubungan. Berikan dukungan dan bantuan atas apa yang pasangan kita lakukan, selagi hal tersebut merupakan hal yang positif. Berikan apresiasi atas apa yang telah ia lakukan dan koreksi ia dengan cara yang benar jika melakukan perbuatan yang sekiranya keliru atau salah.

Referensi

Dwijayani, N., & Wilani, N. (2020). Bucin itu Bukan Cinta: Mindful Dating for Flourishing Relationship. Widya Cakra: Journal Of Psychology And Humanities

Widyaningrum, A. (2020). MengAnalisa - Penyebab BUCIN Karena HORMON ini.... Youtube.com. Retrieved 21 December 2021, from https://www.youtube.com/watch?v=DkeF7lDtV5A&t=625s.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya