Ketika Jiwa Profesi (Guru) Sakit
Guru Menulis | 2021-12-16 11:30:21Ketika Jiwa Profesi (Guru) Sakit
Setiap profesi memiliki jiwa tersendiri sesuai dengan jenis profesinya. Dalam profesi prajurit ada jiwa prajurit, dalam profesi dokter ada jiwa dokter, dalam profesi hakim ada jiwa hakim, dalam profesi politikus ada jiwa politikus, dan dalam profesi guru ada jiwa guru. Seperti halnya jiwa manusia pada umumnya yang dapat terkena sakit (sakit jiwa) maka jiwa dalam profesi pun bisa terkena sakit. Kita sebut saja itu dengan istilah jiwa profesi yang sakit. Jiwa profesi yang sakit bisa terjadi pada profesi apapun baik guru, dokter, prajurit, hakim, ustadz, pendeta, politikus, dan lainnya. Dan ketika jiwa profesi itu sakit maka lenyaplah profesionalismenya. Misalnya, hakim yang jiwa profesinya sakit bisa di suap, prajurit yang jiwa profesinya sakit bisa tembakan senjata sana sini seenaknya, dokter yang jiwa profesinya sakit hanya melayani dan menolong pasien yang berduit saja, penulis yang jiwa profesinya sakit memplagiat tulisan orang semaunya. Dan pada saat itulah profesionalisme pada yang bersangkutan sudah lenyap. Penulis beranggapan bahwa anggota profesi yang mengalami hal demikian saat ini lazim disebut dengan istilah oknum. Jadi, sejatinya oknum di setiap profesi itu adalah mereka yang jiwa profesinya sedang sakit. Melanggar kode-kode etik, tugas serta fungsi yang sudah ditetapkan dalam profesinya. Walaupun kadar pelanggarannya berbeda-beda, yang menandakan tingkat keparahan sakit jiwa profesinya berbeda pula.
Guru yang jiwa profesinya sakit akan cenderung mengabaikan tugas-tugasnya. Ia akan datang ke sekolah dengan tidak tepat waktu, dia akan mengabaikan membuat perencanaan pembelajaran, mengabaikan kualitas pembelajaran, mengabaikan penilaian, tidak mau mengembangkan ilmu pengetahuannya, bersifat konservatif, dan lainnya. Guru yang jiwa profesinya sakit akan mudah menularkan sakit jiwanya kepada peserta didiknya. Umpamanya, guru sering datang kesekolah tidak tepat waktu atau datang siang maka peserta didik pun akan merasa tidak perlu datang pagi-pagi karena gurunya juga sering datang siang hari atau terlambat. Jiwa guru yang sakit akan muncul dan tampak jelas dalam setiap sikap dan tindakan guru itu sendiri. Setiap sikap dan perilaku guru yang jiwa profesinya sakit akan memberikan sugesti negatif kepada peserta didiknya. Siswa yang tersugesti oleh sikap dan perilaku guru yang jiwa profesinya sakit akan mudah mengikuti, mengimitasi, dan mencoba apa yang dilakukan gurunya.
Jika Anda seorang guru cobalah lakukan diagnosa apakah jiwa profesi Anda sakit atau baik-baik saja. Untuk memudahkan diagnosa, penulis menyusun 100 ciri yang menandakan seorang guru yang jiwa profesinya sakit. Apakah Anda memiliki ciri-ciri ini?, berapa banyak dari sekian ciri yang ada pada diri Anda?. Mudah-mudahan jiwa profesi Anda baik-baik saja.
Berikut seratus ciri guru yang jiwa profesinya sakit:
1. tidak memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan
2. merasa terpaksa menjalani profesi guru
3. tidak membuat perencanaan pembelajaran
4. membuat perencanaan pembelajaran namun tidak merealisasikannya dalam proses pembelajaran
5. memplagiat rencana pelaksanaan pembelajaran
6. membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan asal-asalan/asal jadi
7. menjauhkan proses pembelajaran dari pengembangan budaya membaca dan menulis
8. bersikap masa bodoh dengan mutu pendidikan nasional
9. tidak melaksanakan penilaian hasil pembelajaran
10. menerima hadiah baik berupa uang ataupun barang dan atau yang lainnya untuk merubah hasil penilaian/membedakan perlakuan
11. tidak memeriksa hasil ulangan, melakukan analisis, dan membuat laporan hasil ulangan
12. mengabaikan peranannya sebagai pembimbing
13. tidak melaksanakan tugas-tugas administrasi profesi
14. tidak menguasai materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan pelajaran yang diampu.
15. tidak menguasai teori belajar dan metodologi mengajar
16. tidak memahami karakteristik peserta didik
17. tidak memiliki keluhuran budi
18. tidak memiliki kejujuran
19. tidak memiliki kedewasaan
20. tidak memiliki kedisiplinan
21. tidak memiliki tanggung jawab
22. tidak memiliki kepekaan
23. tidak memiliki keluwesan
24. tidak memiliki wawasan yang luas
25. tidak memiliki keterbukaan
26. tidak memilki kreativitas
27. tidak memiliki inovasi
28. tidak memiliki semangat belajar sepanjang hayat
29. tidak memiliki kemampuan mengambil keputusan
30. tidak menguasai perkembangan peserta didik
31. tidak memiliki kemauan untuk bekerja sama
32. tidak memiliki loyalitas
33. mendahulukan hak dari pada kewajiban
34. menganggap rendah kepada peserta didik
35. memimpin proses pembelajaran dengan otoriter
36. melakukan tindak kekerasan kepada peserta didik
37. tidak dapat bekerjasama dalam tim
38. mengacuhkan peserta didik yang melakukan kesalahan
39. tidak memberikan penghargaan kepada peserta didik
40. bersikap arogan terhadap peserta didik
41. menjadi pengurus partai politik
42. memungut uang dari siswa untuk alasan remedial
43. tidak dapat menerima pendapat orang lain
44. memiliki sikap merasa paling pandai
45. kolusi, nepotisme untuk memuluskan karir jabatannya
46. memilki sikap merasa sudah pintar
47. melarang peserta didik untuk bertanya
48. menghambat kreativitas peserta didik
49. mengacuhkan peserta didik yang meminta bantuan/bimbingan
50. menjual paksa buku pelajaran kepada peserta didik
51. menghina kekurangan yang ada pada peserta didik
52. memerintahkan peserta didik untuk melakukan perbuatan tidak terpuji
53. memberikan hukuman yang bertentangan dengan asas-asas pendidikan
54. melakukan pelecehan seksual kepada peserta didik
55. jauh dari kebiasaaan membaca
56. jauh dari kebiasaan menulis
57. acuh terhadap kekurangan pengetahuan, dan keterampilan mengajar
58. memberikan tugas kepada peserta didik yang di tujukan untuk pemenuhan kepentingan pribadi/keluarganya
59. tidak melakukan inovasi-inovasi pembelajaran
60. mengahardik peserta didik
61. bertutur kata tidak sopan
62. menanamkan kebencian kepada peserta didik
63. tidak memiliki rasa toleransi
64. tidak menjaga kebersihan lingkungan sekolah
65. bersikap dan bertindak rasisme
66. mengambil cuti melebihi waktu yang ditentukan
67. bergaya hidup boros, hedonis
68. mengolok-olok jawaban peserta didik yang salah
69. tidak melakukan pembelajaran remedial
70. tidak memberikan pembelajran pengayaan
71. bersikap acuh terhadap kemajuan peserta didik
72. menggunakan uang tabungan peserta didik
73. menggunakan/memanfaatkan kekayaan/barang inventaris sekolah untuk kepentingan pribadi
74. tidak memelihara dan merawat fasilitas sekolah
75. menyampaikan faham-faham yang tidak benar kepada peserta didik
76. tidak turut serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
77. tidak menjalin hubungan yang baik dengan orang tua peserta didik
78. bersikap acuh tak acuh terhadap anggota masyarakat lainnya
79. mengangap remeh dan rendah profesi guru
80. tidak memiliki kemauan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ilmiah yang berkenaan dengan profesinya
81. tidak memperlihatkan antusias yang tinggi dalam proses pembelajaran
82. tidak mau menerima perbedaan-perbedaan
83. tidak memiliki jiwa relawan
84. tidak memiliki sikap untuk berbagi
85. tidak didisiplin waktu
86. tidak memiliki kesetiaan terhadap Pancasila, UUD 1945 dan NKRI
87. tidak menciptakan keteraturan di dalam proses pembelajran
88. tidak meningkatkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan zaman
89. mendominasi peserta didik dalam segala hal
90. berbuat senonoh/seronok/cabul
91. menolak perubahan dan bersikap konservatif (tidak berinisiatif untuk maju)
92. tidak memiliki sifat rendah hati
93. tidak mau bergaul dengan masyarakat sekitar
94. melakukan kebohongan
95. berlaku curang, culas, dengki
96. melakukan tindakan kriminal
97. tidak bermitra dengan teman satu profesi
98. mencari keuntungan finasial dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sekolah
99. tidak menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya
100. tidak berusaha dengan sekuat tenaga untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
Di samping seratus ciri tersebut, tentunya masih banyak lagi ciri-ciri lain yang tidak mungkin tersampaikan di sini.
(Andri Gunawan)
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.