is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fa'iq Muzhaffar Syach

Ujung Tanduk Resistensi Garuda Indonesia Akibat Beban Utang

Bisnis | 2021-12-15 12:21:50
Sumber: Google

Pada dasarnya tujuan jangka pendek didirikannya suatu perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan atau laba, sedangkan tujuan jangka panjang didirikannya perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Salah satu indikator utama dalam mengukur nilai perusahaan dapat tercermin dari kinerja perusahaan berdasarkan laporan keuangan.

Berbicara mengenai strategi untuk mencapai tujuan jangka panjang demi meningkatkan nilai perusahaan sangat berkaitan erat dengan kondisi permodalan suatu perusahaan. Semakin kuat permodalan suatu perusahaan akan berpengaruh terhadap pendapatan perusahaan dikarenakan kedudukan modal sendiri menjadi dasar utama bagi perusahaan untuk menjalankan usahanya baik dalam menyediakan barang dan/atau jasa.

Dalam mengembangkan modal perusahaan setidaknya terdapat 2 (dua) cara yaitu permodalan sendiri dan permodalan pihak ketiga. Menjadi menarik apabila dibahas ketika permodalan pihak ketiga berupa utang dipilih sebagai alternatif untuk memperkuat modal perusahaan. Alternatif permodalan melalui utang mengandung beberapa kelebihan bagi perusahaan antara lain mengalihkan sebagian risiko usaha kepada kreditur, memberikan leverage lebih besar, mengurangi beban pajak penghasilan dan mendukung pembiayaan ekuitas perusahaan.

Di samping beberapa keuntungan yang ditawarkan, apabila permodalan melalui utang tidak dilaksanakan dengan manajemen utang yang baik, maka dapat timbul risiko utang bermasalah sehingga perusahaan mengalami kesulitan bahkan tidak bisa mengembalikan utang kepada kreditur secara utuh. Cerminan nyata dari adanya risiko utang bermasalah tersebut dapat dilihat pada kondisi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (Garuda Indonesia) yang saat ini sedang menanggung beban utang yang besar.

Garuda Indonesia memiliki total kewajiban utang mencapai angka 9,8 miliar dollar AS, di mana sebanyak 6,3 miliar dollar AS dari total utang merupakan kewajiban pembayaran leasing pesawat. Di samping itu berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasian Garuda Indonesia Per 31 September tercatat total aset yang dimiliki sekitar 9,4 milliar dollar AS. Bahkan kabar terbaru yang disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoarmodjo dalam Rapat Dengar Pendapat Parlemen disampaikan bahwa aset Garuda mencapai 6,93 miliar dollar AS, sementara liabilitas mencapai angka 9,8 milliar dollar AS.

Sumber: bumninc.com

Melihat kondisi seperti itu tampaknya apabila dilihat secara teknis, Garuda Indonesia memiliki kemungkinan besar mengalami kebangkrutan secara finansial. Sebagaimana disampaikan oleh Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoarmodjo pada hari Rabu, 17 November 2021 "Sebenarnya kalau dalam kondisi saat ini, kalau dalam istilah perbankan ini technically bankrupt (secara teknis bangkrut), tapi legally belum. Sekarang kami sedang berusaha untuk keluar dari kondisi ini yang technically bankrupt".

Kendati secara hukum Garuda Indonesia belum bangkrut, namun tetap saja terdapat ancaman kebangkrutan secara hukum melalui mekanisme kepailitan. Pasalnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh PT Mitra Buana Koorporindo pada hari Kamis, 9 Desember 2021 dengan nomor perkara 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst.

Posisi Garuda Indonesia benar-benar sedang dalam keadaan terancam oleh bayang-bayang kepailitan, karena langkah satu-satunya agar resistensi perusahaan tetap terjaga ialah dengan mengajukan proposal perdamaian terhadap utang yang dimiliki kepada kreditor atau biasa disebut restrukturisasi utang. Langkah tersebut pun dapat berhasil apabila kreditor menyatakan setuju atas restrukturisasi utang yang diajukan, sebaliknya jika restrukturisasi utang ditolak maka Garuda Indonesia masuk ke dalam jurang kepailitan.

PKPU apabila dikaji melalui Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) terbagi menjadi 2 (dua) tahapan yaitu PKPU Sementara dan PKPU Tetap. Berdasarkan Pasal 225 ayat (4) UU Kepailitan dijelaskan bahwa PKPU Sementara dilaksanakan dengan jangka waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak putusan PKPU Sementara diucapkan. Dalam rentang waktu tersebut debitor dalam hal ini Garuda Indonesia memiliki kesempatan untuk menyusun rencana perdamaian atau restrukturisasi utang sebaik-baiknya yang selanjutnya disampaikan kepada kreditor. Apabila sampai PKPU Sementara selesai Garuda Indonesia belum mendapatkan persetujuan dari kreditur atas restrukturisasi utang, maka terdapat 2 (dua) opsi lanjutan yaitu PKPU Tetap atau putusan pailit.

Berdasarkan penjelasan mengenai PKPU di atas sungguh merupakan keadaan yang mengancam apabila setelah PKPU Sementara ternyata kreditor menyatakan penolakan terhadap PKPU Tetap dan Pengadilan pun menyetujuinya karena dampaknya adalah kepailitan. Mengenai bentuk restrukturisasi utang dalam rencana perdamaian yang akan diajukan, Garuda Indonesia tidak memiliki banyak opsi karena pada dasarnya banyak aspek yang harus diperhatikan di dalam seluruh bentuk restrukturisasi utang. Aspek yang paling utama harus diperhatikan adalah kondisi keuangan perusahaan khususnya total aset perusahaan dibandingkan dengan total utang yang dimiliki serta utang jatuh tempo.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kondisi aset Garuda Indonesia berbanding terbalik dengan total utang yang dimiliki. Hal tersebut berdampak pada bentuk-bentuk restrukturisasi utang yang perlu dilakukan dengan pertimbangan keuangan perusahaan seperti debt to equity swap, debt to asset swap, reconditioning, reschedule, penjualan aset dan bentuk lainnya yang mempertimbangkan keuangan perusahaan menjadi sulit untuk dilaksanakan.

Di samping itu mengingat Garuda Indonesia merupakan perusahaan BUMN yang mana sebagian besar penyertaan modalnya berasal dari kekayaan negara yang terpisahkan, maka Pemerintah juga dapat melakukan dukungan terhadap Garuda Indonesia melalui pemberian suntikan modal. Terhadap bentuk modal yang disertakan mengacu pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang pada intinya menjelaskan bahwa penyertaan modal negara dapat dilakukan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, kapitalisasi cadangan, dan sumber lainnya.

Dengan adanya suntikan modal dari Pemerintah bukan berarti menempatkan Garuda Indonesia pada posisi yang aman dari beban utang. Garuda Indonesia tetap harus memperhatikan aspek-aspek perusahaan serta prospek usaha dalam menyusun rencana restrukturisasi pada tahap PKPU.

Dengan demikian berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, kondisi Garuda Indonesia yang terbebani utang dan diputus PKPU oleh Pengadilan belum menjadikan status perusahaan bangkrut secara hukum atau pailit. Namun, untuk dapat keluar dari kondisi tersebut langkah satu-satunya yang dapat dilakukan Garuda Indonesia ialah menyusun strategi restrukturisasi utang sebaik-baiknya dengan tetap memperhatikan aspek keuangan perusahaan dan aspek lainnya agar rencana perdamaian dapat disetujui oleh kreditor.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya