is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Desi Nur Cahyasari

Makin Membebani, Sekolah Kena Pajak

Info Terkini | 2021-09-15 00:58:14

Momok baru setelah pandemi telah di wacanakan. Dunia pendidikan dalam Negri kembali tersorot. Pemerintah tengah mengajukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap jasa pendidikan sebesar 7% (Kontan.co.id).

Rancangan undang-undang tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan ini sedang dibahas oleh Kementrian Keuangan (Kemenkeu) bersama Panitia Kerja RUU KUP Komisi XI DPR RI.

Anggota Panja RUU KUP dari Fraksi PDIP Said Abdullah membeberkan sejauh ini, pembahasan dengan pemerintah, bahwa PPN akan dikenakan kepada sekolah yang tidak menjalankan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) atau tidak berorientasi nirlaba. (Kontan.co.id)

Meskipun demikian, wacana ini kembali mendapat nilai kurang layak untuk dilanjutkan. Walau ada ketetapan khusus terkait objek dan besarannya, namun fakta kebijakan baru ini kembali menuai pro dan kontra. Menyempurnakan gambaran lepasnya tanggung jawab Negara dalam melayani pendidikan secara berkualitas dan gratis.

Seharusnya pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar yang berhak didapatkan oleh seluruh warga tanpa pengecualiaan. Bukan malah untuk dicari celahnya supaya dapat dipungut pajak. Sehingga pemerintah sibuk merencanakan perbanyakan pungutan dari warga. Paradigma ini sungguh kental sebagai ciri sistem sekuler kapitalisme yang hanya mementingkan urusan materi.

Kesejahteraan akan sulit didapat dalam naungan sistem ini. Saat pemerintah merasa kesulitan memperoleh sumber-sumber keuangan, semestinya bukan malah mengurangi apa yang sudah menjadi hak warganya. Atau mengambil dari sebagian mereka dengan dalih meratakan keadilan dan kesejahteraan.

Padahal sumberdaya alam di Indonesia itu sangat banyak, kaya dan beragam. Namun penerapan sistem kapitalis inilah yang menjadikan penguasa salah kelola dalam menghasilkan nilai perekonomian mandiri. Sumber daya alam banyak dikuasai asing, pinjaman uang berbasis ribawi, marak dilakukannya transaksi batil. Masih ditambah suburnya praktek ketidak adilan gaji para penguasa, sementara warga miskin masih dominan, dan lain-lain.

Fakta ini akan selalu lahir akibat penerapan sistem yang kufur. Seharusnya pemerintah memikirkan usaha lain dalam meningkatkan taraf kehidupan. Sebagaimana yang ada dalam sistem Islam di masa lalu. Islam dapat menjamin setiap individu hidup sejahtera dan layak.

Pengelolaan pajak yang diberlakukan dalam Islam berbeda dengan sistem kapitalisme saat ini. Dalam kapitalisme pajak merupakan sumber utama keuangan. Sehingga disemua kalangan warga wajib membayar pajak. Sementara dalam Islam, pajak hanya diberlakukan pada kondisi baitul mal (kas Negara) sedang kosong, dan pemberlakuannya hanya pada kalangan yang memiliki harta melimpah.

Tidak heran jika sempurnanya Islam dalam mengatur sendi kehidupan, menghasilkan keberkahan secara materi. Sebab Islam diterapkan sesuai aturan dari Allah SWT. Menjadikan kehidupan warga menjadi ideal, baik di bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, sosial dan lain-lain. Sehingga segala fasilitas umum yang diberlakukan oleh Negara bisa gratis, termasuk di bidang pendidikan.

Islam yang pernah diterapkan selama 14 abad lamanya, mampu membawa kejayaan penuh rahmat. Bahkan keadilannya juga dirasakan oleh warga non muslim. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahannya berlandaskan bentuk ibadah kepada Sang Pencipta serta dalam rangka meraih ridha Allah SWT. Maka wajar kalau dalam sistem Islam, pemerintahannya mampu mewujudkan kesejahteraan secara merata tanpa pengecualian.

Wallahu alam bish-shawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya