is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indra Mannaga

Dinilai Lebih Rendah Risiko, Perokok Mulai Beralih ke Tembakau Alternatif

Info Terkini | 2021-08-20 10:11:33

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok tertingi di Asia Tenggara, yang juga berada pada urutan ke tiga di dunia setelah Tiongkok dan India. Fakta itu tentu dibarengi dengan dampak kesehatan yang ditimbulkan. Karenanya, dengan konsumsi rokok yang sangat tinggi, perlu ada produk tembakau alternatif yang lebih ramah terhadap kesehatan, serta lingkungan.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, angka kematian nasional akibat rokok pada tahun 2020 mencapai 88 dari 100.000 orang. Pada 2020 pula, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis, setiap tahunnya ada sekitar 225.700 orang di Indonesia yang meninggal akibat merokok, atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau.

Maka dari itu, hadir beberapa inovasi dalam upaya pengurangan bahaya tembakau. Salah satunya melalui pemanfaatan produk tembakau alternatif atau tembakau yang dipanaskan.

Padahal, berdasarkan hasil kajian ilmiah, produk tembakau alternatif seperti tembakau yang dipanaskan, kantong nikotin, dan juga vape merupakan hasil pengembangan inovasi dan teknologi yang terbukti memiliki resiko kesehatan lebih rendah daripada rokok biasa.

Menurut Dosen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjajaran, Ardini Raksanagara, saat seseorang merokok maka mereka tidak hanya memperoleh nikotin, tapi juga menghirup asap yang mengandung TAR, zat itu yang menjadi penyebab utama dari timbulnya berbagai penyakit berbahaya.

Telah ada beberapa kajian mengenai inovasi produk tembakau alternatif. Salah satunya kajian literatur dari Dosen Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga Sho’im Hidayat yang berjudul “Profil Kandungan dan Perbandingan Senyawa Kimia antara Aerosol dari Produk Tembakau yang Dipanaskan dengan Asap Rokok yang Dibakar”.

Dalam kajiannya ini, dijelaskan bahwa produk tembakau yang dipanaskan berbeda dengan kandungan rokok. Karena cara kerjanya dengan memanaskan tembakau menggunakan rentang suhu tertentu. Sehingga yang dihasilkan berupa uap atau aerosol, bukan asap seperti rokok.

Kajian lainnya berasal dai UK Committee on Toxicology (COT) bagian dari Food Standards Agency. Penelitian itu menyatakan bahwa produk tembakau yang dipanaskan menghasilkan uap yang mengandung zat kimia berbahaya lebih rendah, 50 hingga 90 persen dibandingkan dengan asap rokok.

Hasil riset Institut Federal Jerman juga membuat penelitian untuk Penilaian Risiko tahun 2018, yang mana menyatakan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat merusak suatu sel) yang lebih rendah hingga 80-90 persen dibandingkan dengan rokok.

Dengan adanya kajian dan riset-riset mengenai produk tembakau alternatif ini, pemerintah diharapkan memiliki perhatian khusus dan bahan kajian yang telah ada dapat dijadikan landasan dalam pembuatan regulasi yang khusus mengatur tentang produk tembakau alternatif. Dengan adanya regulasi khusus, diharapkan bisa mendorong perokok dewasa untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko seperti tembakau alternatif ini.

Indonesia bisa berkaca pada negara-negara maju seperti Inggris, Selandia Baru, dan Jepang. Pemerintah di sana telah melakukan sosialisasi dan informasi yang akurat mengenai keberadaan produk tembakau alternatif.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto mengatakan, selain sosialisasi, perlu adanya regulasi pemerintah untuk para konsumen tembakau alternatif. “Dengan begitu, konsumen memiliki kenyamaan bahwa produk ini legal,” ujarnya.

Menurut Pakar Kesehatan Masyarakat asal Inggris, Gerry Stimson, untuk mendorong lebih banyak lagi perokok yang beralih ke produk tembakau alternatif, dibutuhkan kebijakan pajak atau cukai yang sesuai dengan profil risiko dan jauh lebih rendah dibandingkan rokok.

Di Indonesia sendiri, cukai untuk produk tembakau alternatif yang termasuk dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), dikenakan tarif tertinggi yaitu 57 persen sesuai dengan UU Cukai No. 39 tahun 2007. Beban cukai HPTL ini lebih tinggi dibandingkan dengan mayoritas produk rokok. Hal ini bertentangan dengan tren kebijakan di negara lain, yang mana tarif cukai HPTL umumnya lebih rendah dibadingkan dengan rokok.

Seharusnya dengan risiko yang lebih rendah, pemerintah dapat memberi kategori yang berbeda. Harus ada pajak atau cukai yang berbeda untuk produk tembakau alternatif ini. Sehingga masyarakat dapat lebih mudah memperoleh produk tembakau alternatif atau tembakau yang dipanaskan ini.(*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya