is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Desi Afifah

TANTANGAN BANK SYARIAH INDONESIA (BSI) PASCA MERGER

Bisnis | 2021-05-23 09:33:14
Logo BNI Syariah, BRI syariah, dan Bank Syariah Mandiri yang kini telah dimerger dan berganti logo menjadi Bank Syariah Indonesia

Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang bertugas menghimpun dana dan menyalurkan dana serta memberikan jasa-jasa lainnya yang berdasarkan pada asas kemitraan, keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah (Muhammad, 2015). Prinsip syariah sendiri merupakan aturan atau perjanjian yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Jika dalam sektor keuangan atau perbankan, maka kesyariatan ini diterapkan pada pelayanan perbankan yang mencangkup penyimpanan maupun pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lain menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), prinsip pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 butir 13 tentang Sistem Perbankan Syariah (BPK RI). Setelahnya, terdapat beberapa pengesahan undang-undang lain seperti UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menjadikan bank syariah semakin memiliki landasan dan kepastian hukum dalam pengembangan industri perbankan syariah nasional.

Di Indonesia, lembaga perbankan yang menggunakan prinsip kesyariatan sudah berkembang sejak tahun 1992 dengan berdirinya BMI atau PT Bank Muamalat Indonesia. Kemudian, beberapa tahun setelahnya terus berdiri bank syariah lain seperti Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah, BCA Syariah, Bank Mega Syariah, Maybank Syariah Indonesia, dll. Namun, perkembangan bank Syariah di Indonesia tidak semulus bank Syariah di negara tetangga seperti Malaysia. Diketahui bahwa pangsa pasar bank Syariah di Indonesia baru sekitar 5,7%. Sementara Malaysia sudah mencapai 23,8% per tahun 2019 dengan total asset sekitar RM 835.19 miliar atau setara dengan Rp 2789 Triliun. Tentu ini tidak sebanding dengan jumlah penduduk muslim Indonesia yang mencapai 229 juta jiwa atau 87,2% dari total penduduk. Sedangkan Malaysia hanya 16,9 juta jiwa atau 61,3% dari total penduduk. Oleh karena itu, pada 1 Februari 2021, secara resmi tiga bank Syariah BUMN yakni PT Bank BRI Syariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah melakukan merger menjadi Bank Syariah Indonesia. Tujuannya tidak lain agar Indonesia memiliki bank Syariah dengan marketalisasi serta asset yang besar.

Penggabungan tiga bank Syariah berpelat merah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) diharapkan dapat mewujudkan visi sebagai salah satu bank Syariah terdepan baik di Indonesia maupun dunia. Dikatakan oleh Direktur utama BNI Syariah, Abdullah Firman Wibowo, penggabungan usaha tiga bank Syariah akan meningkatkan luasnya akses seluruh layanan keuangan berdasarkan prinsip Syariah dengan kualitas yang semakin mumpuni dan menjawab seluruh kebutuhan masyarakat (infopublik.id). Lantas, dari besarnya harapan atas keberhasilan merger ini, adakah tantangan yang akan dihadapi Bank Syariah Indonesia kedepannya? Apa yang harus dilakukan Bank Syariah Indonesia menghadapi tantangan tersebut?

Jika dilihat dari berbagai sisi, tentu Bank Syariah Indonesia usai merger memiliki tantangan tersendiri, baik itu berasal dari internal maupun eksternal perusahaan. Sisi internal misalnya, adanya gesekan budaya dari tiga bank hasil merger tidak dapat dihindari. Pasalnya, sebelum di merger, setiap bank yakni BRI Syariah, BNI Syariah serta Bank Syariah Mandiri pasti memiliki budaya internal masing-masing. Ketika di merger, budaya tersebut pasti ikut terbawa. Perusahaan juga harus mengintegrasikan sistem IT dari ketiga bank, seperti layanan mobile banking, ATM, sumber daya manusia, kantor cabang, dan lain sebagainya, dimana pengintegrasian ini bertujuan untuk menekan biaya operasional BSI kedepannya. Kemudian sisi eksternal yakni customer relation atau hubungan dengan nasabah. Selain harus mempertahankan nasabah lama dari ketiga bank, BSI juga harus dapat merekrut nasabah baru. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan dan memperluas market share. Selain itu, literasi keuangan, hingga integrasi sistem keuangan dan sektor riil perlu diperhitungkan.

Hal utama yang diperlukan untuk menghadapi tantangan yang ada dalam diri Bank Syariah Indonesia tidak lain adalah kepemimpinan. Pemimpin perusahaan haruslah orang yang berkompeten, bertanggung jawab dan mampu menyetir kinerja menuju prospek yang lebih baik. Seperti disampaikan oleh Ekonom Syariah Indef Fauziah Rizki Yuniarti dalam webinar Merger Bank Syariah (16/2). Bahwasannya peran pemimpin sangat penting. BSI membutuhkan pemimpin yang tepat untuk memastikan gesekan budaya yang terjadi dapat diminimalisasi, sehingga tidak mengganggu kepada produktivitas perusahaan kedepannya. Kemudian pengintegrasian sistem IT dan berbagai layanan perbankan juga harus diputuskan dengan sangat matang. Keputusan ini meliputi penyatuan kartu ATM, penutupan dan pembukaan cabang BSI baru di berbagai daerah, serta pembuatan produk yang kompetitif berdasarkan pada hasil riset dan pengembangan yang tepat. Intinya, BSI harus mengerti keinginan dan kebutuhan pasar saat ini.

Mengenai customer relation, BSI harus memiliki sumber daya manusia yang mumpuni dan mampu berkomunikasi dengan nasabah ataupun calon nasabah. Hal ini bertujuan untuk mempromosikan BSI pada masyarakat serta memberikan informasi mengenai sistem kesyariatan dalam BSI, sehingga diharapkan hubungan yang terjalin antara bank dan masyarakat sebagai nasabah dapat berjalan dengan baik. Selain itu, literasi keuangan juga diperlukan bagi masyarakat, sebagaimana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan pentingnya literasi keuangan untuk meningkatkan literasi seseorang yang sebelumnya less literate atau non literate menjadi well literate, serta untuk meningkatkan jumlah pengguna produk layanan jasa keuangan dalam jangka panjang. Minat masyarakat dalam menggunakan bank syariah tergantung dari pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai suatu lembaga keuangan. Masyarakat cenderung akan memilih berdasarkan apa yang mereka ketahui. (Lubis, 2020). Adapun perihal integrasi sistem keuangan dan sektor riil perlu dilakukan oleh pihak terkait untuk menjaga ketahanan dan kestabilan keuangan dalam lembaga keuangan itu sendiri.

Dari sini, dapat kita pahami bahwa pasca penggabungan tiga bank Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia tidak serta merta mengalami kemudahan, terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi, serta perlu proses untuk mengatasinya. Maka dari itu, strategi dan management pengelolaan BSI haruslah mumpuni. Sehingga, hasil merger ini diharapkan membawa dampak baik bagi perekonomian serta perkembangan lembaga keuangan Syariah di Indonesia kedepannya.

Sumber Referensi:

Muhammad. 2015. Manajemen Dana Bank Syariah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lubis, W. O., & Susianto, S. 2020. ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI KESYARIAHAN BANK SYARIAH (Studi Kasus Masyarakat Kelurahan Belawan II). Jurnal Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 1(1), 603-614.

Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia. Undang-undang (UU) No. 10 Tahun 1998. Diakses pada 22 Mei 2021, dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45486/uu-no-10-tahun-1998

Otoritas Jasa Keuangan. Literasi Keuangan. Diakses pada 22 Mei 2021, dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/literasikeuangan.aspx

Infopublik.id. 2020. Bank Syariah Indonesia Tancap Gas Usai Akta Penggabungan Ditandatangani. Diakses pada 22 Mei 2021, dari https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/498537/bank-syariah-indonesia-tancap-gas-usai-akta-penggabungan-ditandatangani

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya