is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Herlina Fitri Yani Manurung

Nilai-Nilai Sosial Tokoh Chairil Anwar dalam Autobiografi

Eduaksi | 2021-04-23 13:12:03

Oleh: Herlina Fitri Yani Manurung dan Prof. Dr. Rosmawaty Harahap, M.Pd.

Chairil Anwar lahir pada tanggal 26 Juli 1922 di Medan, Sumatera Utara. Ia anak tunggal Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari wilayah kota Lima Puluh, Sumatera Barat. Ayahnya adalah Bupati Indragiri Riau yang tewas dalam pembantaian Rengat. Chairil Anwar lahir dari keluarga Minangkabau yang konservatif dan sangat religius dengan Islam. Inilah yang menjadikan masa kecil Chairil sebagai kehidupan yang harus mengikuti semua pola asuh religius dan tradisi konservatif. Pendidikan Chairil Anwar dimulai di SD Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan kemudian dilanjutkan ke SMP Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Sejak ia bertekad menjadi seniman pada usia 15 tahun, ia berhenti melanjutkan studinya pada usia 18 tahun. Meski begitu, ia fasih dalam berbagai bahasa asing termasuk Inggris, Belanda dan Jerman.

Pada usia 18 tahun, dia pindah ke Batavia. Dia mengenal sastra di sana. Pada masa pemerintahan Jepang, Chairil Anwar adalah seorang pemuda pada sebuah pertemuan di Pusat Kebudayaan. Kemudian Angkatan Balai Pustaka diperbarui menjadi Angkatan Pujanga baru (generasi ke-45). Dalam kegiatan sastra, sastrawan muda Chairil Anwar berani mengungkapkan pendapatnya. Dia tidak ingin berpura-pura menjadi corong propaganda Jepang. Dia tidak puas dengan upaya pemerintah Jepang untuk mentransfer semangat budaya Indonesia dan mengubahnya menjadi perang potensial untuk keuntungannya.

Pada tahun 1945, suatu hari ia datang ke tim redaksi Panji Pustaka dengan membawa puisi. Namun, salah satu lagunya yang berjudul "Aku" ditolak Armyn Pane karena puisinya sangat individualistis dan memancarkan rasa pemujaan diri. Dari Panji Pustaka puisi "Aku" tiba editor majalah Timur, Nur Sutan Iskandar. Puisi yang dibawanya disetujui untuk dimuat di "Majalah Timur" dan judulnya diubah menjadi "Semangat". Kemudian setelah puisi itu, ia mulai menulis puisi berikutnya "Si Binatang Jalang". Puisi Chairil telah membawa perubahan yang mengguncang bumi, ia menggunakan bahasa Indonesia yang penuh jiwa, bukan bahasa buku, tetapi bahasa nilai sastra yang ia gunakan sehari-hari.

Chairil Anwar adalah pejuang revolusioner di Indonesia. Sebelum berusia 27 tahun, dia menderita banyak penyakit. Chairil meninggal di Rumah Sakit CBZ di Jakarta pada 28 April 1949, di usia muda. Ia dimakamkan di Pemakaman Umum Karet Bivak di Jakarta. Namun, di akhir hidupnya, dia menjadi insaf, dia berkata: "Tuhanku, Tuhanku ...". Ia meninggal pada pukul 15.30 pada tanggal 28 April 1949 dan dimakamkan keesokan harinya, banyak anak muda dan tokoh besar Republik memindahkannya dari kamar mayat RSCM ke Karet.

Chairil menulis total 94 karya selama hidupnya, meskipun banyak dari karyanya yang belum diterbitkan karena kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh (1949), dan salah satu karyanya yang terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi. Menurut tulisan HB Jasir dalam buku Chairil Anwar, ia telah menulis 72 puisi asli (satu dalam bahasa Belanda), dua adaptasi, sebelas puisi terjemahan, dan tujuh prosa Asli (satu dalam bahasa Belanda) dan empat prosa terjemahan. Karenanya, seluruh karya Ketua Anwar (Chairil Anwar) mendapat total 96 judul. Ini karyanya:

Nisan, Penghidupan, Diponegoro, Krawang Bekasi, Persetujuan Dengan Bung Karna, Siap Sedia, Cerita Buat Dien Tamaela, Senja Di Pelabuhan Kecil, Cintaku Jauh Di Pulau, Dan Tuti Artie, Doa, Tak Sepadan, Sia-Sia, Ajakan, Sendiri, Pelarian, Suara Malam, Hukum, Taman, Lagu Biasa, Kupu Malam Dan Biniku, Penerimaan, Kesabaran, Perhitungan, Kenangan, Rumahku, Kawanku Dan Aku, Bercerai, Cerita, Di Mesjid, Selamat Tinggal, Mulutku Mencubit Di Mulutku, Dendam, Merdeka, Kita Guyah Lemah, Jangan Kita, Di Sini Berhenti, 1943, Sajak Putih, Dalam Kereta, Kepada Penyair Bohang, Catasitrophe, Lagu Siul I, Ii, Malam, Sebuah Kamar, Kepada Pelukis Affandi, Orang Berdua, Dengan Mirat, Catatan Th '46, Buat Album D.S, Nocturno (Pragment), Kabar Dari Laut, "Betina" Nya Affandi, Situasi, Dari Dia, Kepada Kawan, Pemberian Tahu, Dua Sajak Buat Basuki Resobowo, Sorga, Malam Di Pegunungan, Persetujuan Dengan Karno, Sudah Oulu Lagi Terjadi Begini, Inamia, Perjurit Jaga Malam , Puncak, Buat Gadis Rasid, Burt Gadis, Selama Bulan Menyinari Dadanya, Jadi Pualam, Mirat Muda Chairil Muda, Buat Nyonya N., Aku Berkisar Antara Merdeka, Yang Terampas Dan Yang Putus/Luput, Buat Mirat, Deral-Derai Cemara, Aku Berada Kembali, Puisi Saduran Kepada Peminta-Minta, Krawang-Bekasi (Kenang-Kenang Lah Kami), Kelam Dan Angin Lalu Mempesiang Diriku, Kenang-Kenanglah Kami Puisi Terjemahan, Hari Akhir Olanda Dijawa, Somewhere, P.P.C., Mirliton, Musim Gugur, Jenak Berbenar, Huesca, Jiwa Di Dunia Yang Hilang Jiwa, Datang Dara Hilang Dara, Fragmen, Lagu Orang Usiran W.H. Auden, Biar Malam Kini Lalu, Pidato Chairil Anwar, Berhadapan Mata, Maar Ik Wil Stil Zijn, Hoppla, Tiga Muka Satu Pokok, Pulang Dia Si Anak Hilang, Beberapa Surat Dan Sajak Rm. Rilke, Tempat Yang Bersih Dan Lampunya Terang, Pidato Radio, Membuat Saja Melihat Lukisan, Membaca Sajak Melihat Lukisan, Kena Gembur, Dan Raid.

Kini Chairil Anwar sudah pergi, namun namanya masih tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia. Menurut buku H.B. Jashin "Anwar on a Chair" (2009: 53), ia adalah seorang Anwar di atas kursi, orang yang penuh misteri dan hal-hal yang tidak terduga. Puisi Chairil menunjukkan pembaharuan sastra, khususnya puisi Indonesia. Dia adalah orang pertama yang menyebabkan revolusi dalam puisi. Karyanya memiliki vitalitas yang kuat dan kesadaran pribadi akan kehidupan, tetapi tidak ada individualisme, Dia berdiri di alam dan bertanggung jawab kepada orang-orang.

Dalam hal ini, Chairil Anwar adalah salah satu sastrawan terkenal dan dikagumi semua orang. Tentunya tidak semua penulis memiliki nilai sosial yang baik. Nilai sosial merupakan nilai penting dalam masyarakat. Sebagaimana dikutip Aisah (2015), nilai sosial merupakan ukuran dan penilaian kesesuaian sikap terhadap kehidupan sosial. Nilai ini menunjukkan sejauh mana hubungan seseorang dengan orang lain dalam masyarakat terjalin. Oleh karena itu, sebagai seorang penulis, ia harus memiliki nilai sosial yang baik dalam masyarakat.

Aisah (2015) mengemukakan bahwa ada tujuh nilai sosial yaitu kerjasama, pertolongan, kasih sayang (membangun kerjasama antar sesama), kerukunan, suka memberi nasihat, peduli nasib orang lain, dan suka mendoakan sesama. Dalam hal ini, sebagaimana dapat dilihat dari buku Chairil Anwar (2009: 7-11), kita dapat menemukan nilai sosial yang terkandung dalam tokoh-tokoh Chairil Anwar.

Inilah nilai sosial yang bisa kita dapatkan dari "Auto Biografi" Chairil Anwar:

1. Kerja sama

"Di era Jepang, Chairil Anwar adalah sastrawan muda. Dia tidak ingin menjadi alat propaganda di Jepang melalui puisi. Dia tidak ingin menjadi burung beo."

Terlihat dari kalimat ini bahwa Ketua Anwar adalah orang yang setia, dan tidak ingin menjadi propaganda dan burung beo Jepang. Ia terus bekerja sama dengan Indonesia.

â Selain itu, dia masih di Mengden, di mana kaum muda revolusioner bersorak dan berbicara dengan lantang. Dia bolak-balik ke daerah Krawang Bekasi, daerah pertempuran saat itu.

Dari kalimat tersebut terlihat bahwa Chairil Anwar adalah orang yang bisa bekerja sama. Kutipan di atas membuktikan hal ini: Dia mengatakan bahwa dia mendorong pemuda revolusioner melalui kata-kata yang berani dan memberikan semangat serta berpartisipasi dalam pemuda revolusioner.

Setelah memahami nilai kerjasama dengan keberadaan Ketua Antir, kita bisa mencontoh sastrawan Indonesia yang memiliki nilai sosial kerjasama yang tinggi. Dia tidak menjadi propaganda dan burung beo. Tapi dia menjadi penyanyi melalui puisi. Oleh karena itu, sebagai anak muda, kita bisa meniru nilai-nilai tersebut dan dengan demikian menjadikan Indonesia negara yang damai dan tentram.

2. Pertolongan

"Dia tokoh sosial yang besar, tidak sombong."

Dari kalimat tersebut terlihat bahwa Chairil Anwar adalah orang yang suka menolong. Hal ini dapat dilihat dari istilah â great social signifikansiâ yang berarti ciri-ciri sosial seperti suka memperhatikan publik, suka menolong, dan sebagainya.

Setelah memahami nilai sosial dalam peran Chairil Anwar, kita bisa mencontoh sastrawan Indonesia dengan nilai bantuan sosial yang tinggi. Dia tidak menjadi sombong. Namun ia menjadi orang dengan kesadaran sosial yang tinggi dan tidak sombong. Oleh karena itu, sebagai generasi muda, kita dapat meniru nilai-nilai tersebut dan mengurangi beban orang-orang di sekitar kita.

3. Harmonis

"Anwar ternyata adalah orang yang suka menolong dan suka tertawa."

"Chairil Anwar adalah pria yang romantis."

Terlihat dari kalimat tersebut bahwa Ketua Anwar adalah orang yang rukun. Terlihat dari kata â senang suka tertawaâ bahwa orang selalu senang. Terlihat bahwa orang yang bahagia adalah orang yang rukun, karena selalu menyelaraskan sikap dan kondisi yang ada.

Setelah memahami nilai sosial dalam citra Chairil Anwar, kita bisa mencontoh sastrawan Indonesia yang memiliki nilai kerukunan sosial yang tinggi. Dia bukan orang yang pemarah. Tapi dia menjadi ceria, tertawa dan romantis. Untuk tujuan ini, kita bisa meniru nilai-nilai ini.

4. Suka mendoakan orang lain

Chairil Anwar lahir dari keluarga Minangkabau yang konservatif dan sangat religius dengan Islam. Suasana kekeluargaan ini membuat Chairil menaati semua pendidikan agama dan tradisi kuno dalam menjalani masa kecilnya."

"Dia selalu memuliakan Tuhan."

Terlihat dari kalimat tersebut bahwa ketuanya, Hill Anwar, adalah seorang tokoh agama. Hal itu terlihat dari ungkapan â agama yang sangat saleh, memuliakan Tuhan selamanyaâ . Artinya dia adalah orang yang selalu berdoa. Terlihat bahwa orang beragama yang selalu memuliakan Tuhan adalah orang yang rajin berdoa untuk diri sendiri dan orang lain.

Setelah memahami nilai sosial dalam citra Chairil Anwar, kita bisa mencontoh sastrawan Indonesia dan mendoakan sesama yang memiliki nilai sosial yang tinggi. Dia tidak menjadi tidak patuh. Tapi dia menjadi orang yang saleh. Untuk tujuan ini, kita bisa meniru nilai-nilai ini.

Di antara empat nilai sosial dalam otobiografi Angel Anwar, dapat dikatakan bahwa Angel adalah sosok sastra yang harus ditirunya dengan karakter, agama, dan nilai-nilai sosialnya.

Penulis merupakan Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unimed Angkatan 2018 dan Dosen Pengampu Mata Kuliah Penulisan Kreatif Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unimed.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya