is-rol-1_1-00is-pilihan-1_5-00 Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muthiah Hasanah

Surat Pemerintah Agung kepada Susuhunan Amangkurat II (m. 1677-1703), 20 April 1697

Sejarah | 2024-04-23 15:45:44
Lukisan tradisional Jawa karya Tirto dari Grisek menggambarkan terbunuhnys Kapten François Tacle oleh Surapari di Kartatura (1686).

Pada paruh kedua abad ke-17, terjadi ketegangan antara VOC dan keraton Kartasura, yang mencapai puncaknya saat VOC campur tangan dalam perang Trunajaya pada tahun 1677. VOC mendukung dinasti Mataram untuk mempertahankan tahta kerajaan dengan sejumlah kesepakatan, termasuk pembayaran kembali biaya yang dikeluarkan VOC dan memberikan konsesi komersial yang menguntungkan Kompeni, seperti yang disepakati pada bulan Februari dan Juli 1677.

Pada tahun 1677, Amangkurat II naik tahta, terpaksa melarikan diri bersama ayahandanya, Amangkurat I, dan kehilangan segalanya, termasuk keraton, kekayaan, dan tentara. Campur tangan VOC menjadi vital karena membantu raja yang tidak memiliki dukungan militer untuk melawan Trunajaya. Amangkurat II sendiri menumpas Trunajaya pada akhir 1679.Setelah membangun keraton baru di Kartasura pada tahun 1680 dan mengalahkan sebagian besar perlawanan pada penghujung 1681, VOC menemukan bahwa kesepakatan tahun 1677 tidak dipenuhi. Raja curiga terhadap Kompeni dan mencoba membatasi pengaruhnya, menyebabkan ketidakpuasan VOC terhadap pembayaran biaya dan penerapan hak komersialnya. Pada tahun 1685, VOC memutuskan untuk mengirim utusan khusus ke Kartasura untuk menyelesaikan beberapa masalah yang belum terselesaikan. Kapt. François Tack dipilih untuk memimpin utusan tersebut, meskipun sebelumnya pernah mengalami pengalaman memalukan saat bertemu dengan Amangkurat II. Ketika pasukan Jawa dan VOC merebut ibu kota Trunajaya, Kediri, pada tahun 1678, mereka melakukan penjarahan di keraton dan menemukan "mahkota emas Majapahit" yang dijaga dengan hati-hati oleh dinasti Mataram. Tack menawarkan untuk menjual mahkota tersebut kepada Amangkurat II dengan harga yang tinggi, dan raja setuju, namun kemudian tidak membayar hutangnya. Meskipun demikian, mahkota tersebut terakhir kali terlihat pada tahun 1739 saat Pakubuwana II mengenakannya dalam perjalanan ke Mataram sebelum hilang selamanya saat keraton Kartasura dijarah pada tahun 1742. Pada tahun 1682, Tack memimpin tentara VOC yang mengalahkan Banten, yang membuatnya dicurigai oleh keraton Kartasura.

Seiring ketegangan antara Kartasura dan Batavia semakin memanas, Batavia juga menghadapi ancaman dari sejumlah komplotan penyamun yang mengganggu keamanan kota. Di antara mereka terdapat budak-budak Bali yang melarikan diri, termasuk tokoh terkenal bernama Surapati, yang memiliki banyak kisah kontroversial. Surapati menjadi musuh paling dibenci dan ditakuti oleh VOC. Pada tahun 1683, Surapati diterima masuk dalam dinas ketentaraan VOC, namun setahun kemudian dia memberontak dan membunuh banyak serdadu Kompeni. Pasukan VOC yang dikirim untuk menyerangnya menderita banyak kekalahan, dan Surapati melarikan diri ke Kartasura, di mana dia mendapat dukungan dari kelompok anti-VOC yang dipimpin oleh Patih Anrangkusuma.

Ketika Kapt,Tack memimpin misi VOC ke Kartasura pada bulan Februari 1686, rombongannya diserang oleh gerombolan Surapati yang menyamar sebagai orang Bali. Dalam serangan itu, sekitar 75 serdadu Eropa tewas, termasuk Tack. Meskipun banyak kisah yang beredar, keraton masih menunggu kedatangan Tack untuk misi tersebut, namun akhirnya serangan itu terjadi.

Setelah Surapati meninggalkan Kartasura dan menguasai Pasuruan serta memperluas kendalinya ke arah barat, ke kawasan Kartasura, Angrangkusuma juga meninggalkan keraton. Pada bulan Maret 1686, garnizun VOC terakhir ditarik dari keraton ke kawasan pantai, dan jasad Tack juga dibawa pergi, menandai akhir kehadiran VOC di Kartasura. Dalam tahun-tahun berikutnya, keraton Amangkurat II mulai terpecah dan kehilangan pengaruhnya atas beberapa distrik di luar kerajaannya. Pada dasawarsa 1690-an, raja menyadari bahwa dukungan VOC diperlukan lagi, seperti pada awal masa pemerintahannya, dan menganggap penting untuk mengakhiri ketegangan dengan Kompeni. Raja mulai membayar sebagian hutangnya pada Kompeni pada tahun 1694, 1696, dan 1699, serta berjanji untuk melanjutkan pembayaran. Dia juga mengusulkan pengiriman seorang duta besar ke Batavia, yang dinantikan oleh Kompeni. Pada bulan Oktober 1696, Pangeran Adipati Natakusuma memimpin rombongan utusan dan menyampaikan surat dari raja yang penuh permohonan ampun atas kesalahan masa lalu, serta memohon agar Kompeni menuliskan daftar hutangnya. Namun, surat tersebut juga menyatakan bahwa kerajaan dan penduduknya sangat miskin dan tidak mampu membayar jumlah yang besar, sambil memohon bantuan militer Kompeni. Pada akhir 1698, raja melaporkan kepada Kompeni bahwa Surapati telah menaklukkan Madiun dan bersiap untuk menyerang Kartasura.

Isi surat dari kearsipan sejarah nusantara

Surat jawaban dari Kompeni dimulai dengan serangkaian ungkapan hormat dan pujian yang lazim, tetapi disampaikan dengan nada tajam. Kompeni berharap Amangkurat II dapat memerintah dengan keadilan dan mengusir semua orang jahat dari keraton dan kerajaannya. Kompeni juga menyebutkan tentang surat-surat yang ditujukan kepada Raja Sakti, seorang petualang Minangkabau yang ingin mengklaim tahta Minangkabau dan menjalin persekutuan melawan VOC. Para pejabat yang tidak setia kepada raja juga disoroti, dengan peringatan bahwa mereka akan menggulingkan raja dari tahtanya. Kompeni menolak alasan yang dikemukakan raja mengenai krisis ini sebagai 'celotehan konyol dan tidak berdasar'.

Isi surat mencakup pembahasan tentang utusan Natakusuma dan isi surat raja yang dibawa. Kemudian, Kompeni menyebutkan semua kekurangan raja dan menuntut imbalan atas biaya yang telah dikeluarkan untuk membantu dinasti. Kompeni menyoroti bahwa Tack dibunuh pada tahun 1686, sebuah tindakan yang dianggap biadab dan tidak beragama, sementara Surapati dibiarkan melarikan diri.

Sementara itu, Kompeni sedang memindahkan markas besarnya dari Jepara ke Semarang di kawasan pesisir utara. Mereka menuntut agar raja memberikan bantuan dan mengalihkan sejumlah kawasan di bawah kewenangan Semarang untuk memperoleh sumber daya yang cukup. Masalah juga muncul terkait pos garnisun VOC di Surabaya, di mana Pangeran Lamongan dari Keputren telah menutup akses ke pedalaman, memotong jalur pasokan. Kompeni lebih suka mendukung Pangeran Angabei Jangrana II dari Surabaya dan Pangeran Cakraningrat II dari Madura yang memperluas kekuasaan mereka di Jawa Timur. Terkait hutang kerajaan, Kompeni menuntut sejumlah besar uang dan bersedia menerima sebagian pembayarannya dalam bentuk hasil pertanian. Surat ini tidak menunjukkan usaha untuk mencapai rekonsiliasi atau kompromi. Dengan nada angkuh, Kompeni menuntut kepatuhan total dari raja yang sedang dalam tekanan dari berbagai arah dan kehilangan kendali atas keraton dan kerajaannya. Meskipun Amangkurat II mungkin berada dalam situasi sulit, sulit dipercaya bahwa Batavia benar-benar berharap raja akan memenuhi semua tuntutan. Surat ini mencerminkan pengalaman pahit VOC selama dua dasawarsa dengan kerajaan Jawa, menunjukkan bahwa mereka hanya bisa mencapai tujuan mereka dengan dukungan sekutu setempat.

Sumber:
M. C. Ricklefs. War, culture and economy in Java, 1677–1726: Asian and European imperialism in the early Kartasura period. Sydney: Asian Studies Association of Australia in association with Allen and Unwin, 1993.
M. C. Ricklefs, “Surat Pemerintah Agung kepada Susuhunan Amangkurat II (m. 1677-1703), 20 April 1697”. Dalam: Harta Karun. Khazanah Sejarah Indonesia dan Asia-Europa dari arsip VOC di Jakarta, dokumen 13. (Jakarta, Arsip Nasional Republik Indonesia, 2014)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image

Ikuti Berita Republika Lainnya